TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan waktu selama 100 hari kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk merancang sistem aplikasi pendidikan.
"Mas menteri mengatakan 'Beri waktu saya Pak 100 hari untuk menyiapkan dan merancang itu'. Bapak, ibu yakin enggak? Dari apa yang disampaikan Mas Menteri ke saya, saya meyakini beliau bisa melakukan itu," kata Jokowi dalam dialog bersama wartawan Istana Kepresidenan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 1 November 2019.
Jokowi mengatakan, untuk menciptakan sebuah aplikasi sistem pendidikan tidak mudah dan butuh waktu lama. Apalagi, Indonesia sebagai sebuah negara besar memiliki kesenjangan kualitas pendidikan di tiap wilayahnya.
Selain itu, dalam hal manajemen juga tidak mudah mengelola 3,5 juta guru, 300 ribu sekolah, dan 50 juta pelajar Indonesia. Yang harus dipikirkan adalah membuat sebuah standardisasi yang bisa diikuti semuanya.
"Kita sudah berpuluh-puluh tahun. Kalau kita mengandalkan sebuah sistem yang manual enggak mungkin menjangkau manajemen sebesar itu. Sehingga diperlukan sebuah keberanian, terobosan-terobosan yang tidak biasa kita lakukan," katanya.
Dengan latar belakang masalah itu pula yang menjadi alasan Jokowi akhirnya memutuskan menunjuk Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Jokowi mengaku banyak yang kaget dengan keputusannya itu. Pasalnya, Nadiem bukan sosok berlatar pendidikan maupun guru besar.
Menurut Jokowi, dibutuhkan sosok yang bisa menanggapi perubahan zaman, tidak melakukan rutinitas, dan monoton. Paling tidak, kata dia, hasil kerja Nadiem Makarim bisa dilihat dalam 2,5 tahun mendatang. "Akan kita nilai. Jangan minta cepat kalau yang ini. Kita perlu persiapan sebuah aplikasi sistem sehingga menjangkau anak didik kita, menjangkau sekolah-sekolah, menjangkau guru," ujarnya.