TEMPO.CO, Surabaya - Jaksa penuntut umum menuntut tiga terdakwa pembakaran Polsek Tambelangan, Kabupaten Sampang, dengan bobot bervariasi, di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, 31 Oktober 2019.
Terdakwa pertama, Habib Abdul Qodir bin Abdullah Al Haddad dituntut hukuman 7 tahun penjara. Adapun terdakwa kedua dan ketiga, Hadi Mustofa dan Supandi, masing-masing dituntut 5 tahun penjara.
Menurut jaksa penuntut umum Tulus Ardiansyah, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 200 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana merusak gedung yang menyebabkan bahaya bagi barang-barang,” kata jaksa.
Jaksa berujar, pertimbangan memberatkan dalam menuntut ialah akibat perbuatan terdakwa, Polsek Tambelangan hancur dan tidak dapat ditempati. Selain itu, masyarakat juga diresahkan oleh perbuatan terdakwa. Sedangkan pertimbangan meringankan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Penasihat hukum terdakwa, Andry Ermawan, menilai tuntutan jaksa terlalu berat. Sebab, kata dia, kliennya hanya melempari bangunan kantor polisi dengan batu. Perbuatan itu dilakukan dengan spontan dan ikut-ikutan.
“Dalam fakta persidangan, kesaksian anggota Polsek Tambelangan membenarkan bahwa para terdakwa ini melempari gedung polsek dengan batu,” kata Andry seusai sidang.
Adapun pelaku pelemparan bom molotov yang menyebabkan kantor polsek terbakar, ujar Andry, hingga sekarang belum jelas karena masuk dalam status daftar pencarian orang (DPO). Menurut dia, pelaku pelemparan bom molotov inilah yang layak dituntut berat. “Tuntutan jaksa pada klien saya berlebihan,” katanya.
Tuntutan pada tiga orang tersebut baru sebagian dari seluruh terdakwa yang berjumlah sembilan orang. Sedangkan proses persidangan pada enam terdakwa lainnya masih dalam tahap mendengarkan keterangan saksi.
Pembakaran Polsek Tambelangan oleh massa terjadi pada Rabu malam, 22 Mei 2019, sekitar pukul 22.30. Kejadian itu bermula ketika segerombolan masyarakat yang tidak diketahui asalnya datang secara tiba-tiba dan melempari Polsek Tambelangan sekitar pukul 22.00. Jumlah mereka kurang lebih 50 orang dan semakin bertambah. Massa semakin beringas dan tidak bisa dikendalikan.
Menurut Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Luki Hermawan, pembakaran dan perusakan kantor polisi itu dipicu oleh salah paham. Isu yang berkembang ada salah seorang ulama Sampang yang ditangkap polisi di Jakarta bersamaan dengan terjadinya kerusuhan di depan gedung Badan Pengawas Pemilu untuk memprotes hasil pemilu presiden yang memenangkan Jokowi-Ma’ruf. Padahal, ulama yang dimaksud sedang berada di Surabaya.