TEMPO.CO, Bandung - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani mengkritik keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. September lalu DPR telah menolak usulan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS peserta mandiri. Pemerintah diminta untuk membagikan data kepesertaan dan mencari cara lain untuk menutup defisit BPJS. “Lho, kok, langsung naik. Seperti mencari jalan pintas saja atas defisit BPJS,” kata dia dikutip dari keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Kamis, 31 Oktober 2019.
Netty, istri mantan gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan itu, mengatakan, pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS yang belum lama ini diumumkan tanpa berkonsultasi dengan DPR. Keputusan menaikkan iuran itu bakal memberatkan masyarakat.
“Beranikah BPJS menjamin bahwa seluruh peserta PBI memang orang yang berhak menerima?” Sebaliknya, sekitar 32 juta yang didata sebagai peserta mandiri, yang dikatagorikan sebagai Peserta Bukan Penerima Upah, yang 50 persennya menunggak iuran, benarkah memiliki kemampuan untuk membayar?
Saat memimpin Tim Penggerak PKK Jawa Barat selama 10 tahun, kata Netty, ia sering menemukan kasus warga miskin yang sakit, tidak terdaftar dalam data penerima bantuan iuran, tidak bisa mendapat layanan kesehatan justru karena menunggak iuran BPJS. Ia mencontohkan seorang tukang gorengan yang istrinya menjadi buruh cuci dengan tiga anak, sedangkan harus membayar BPJS lebih dari Rp 200 ribu setiap bulan. “Padahal belum tentu juga mereka datang ke fasilitas kesehatan kalau sakit.”
Menurut Netty, penyediaan layanan kesehatan adalah tugas konstitusional pemerintah. Pemerintah diminta mencari cara kreatif dan inovatif untuk menekan defisit BPJS. “Jangan memudahkan urusan dengan melempar beban pada rakyat. BPJS defisit, iuran naik. PLN rugi, tarif naik. Pertamina jebol anggaran, gas dan bahan bakar naik,” kata dia,
Ia setuju BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial perlu diselamatkan. Tapi lembaga itu juga perlu dibenahi. Pengelola juga harus memiliki mindset sebagai pelayan, bukan eksekutif perusahaan. “Ini yang harus dibenahi agar tidak terjadi fraud yang selama ini ditengarai juga menjadi penyebab BPJS tidak sehat secara keuangan.”
Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 yang menjadi dasar menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri yang akan berlaku mulai tahun depan. Rincian kenaikan iuran untuk Kelas III dari Rp 24 ribu menjadi Rp 42 ribu, untuk Kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan Kelas I dari Rp 81 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan untuk iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung pemerintah naik dari Rp 24 ribu menjadi Rp 42 ribu, terhitung Agustus 2019.