TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh dan pegiat antikorupsi akan segera menggugat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan draf gugatan sudah rampung dan tinggal didaftarkan ke MK. "Sedang kami susun siapa tokoh bangsa yang bisa menjadi pemohon judicial review itu, drafnya sudah selesai," kata Feri saat dihubungi, Rabu, 30 Oktober 2019.
Feri mengatakan gugatan yang akan diajukan yakni gugatan formil. Para penggugat, kata dia, mempersoalkan proses pembentukan UU KPK dilakukan tidak transparan. Para penggugat juga menilai pembentukan UU KPK cacat formal karena tidak masuk program legislasi nasional prioritas 2019. Hal itu bertentangan dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang pembentukan perundang-undangan.
Selain itu, Feri mengatakan rapat paripurna pengesahan revisi UU KPK pada 17 September 2019 juga tidak mencapai kuorum. Ia mencatat ada sekitar 182 anggota dewan yang tidak hadir, namun menitipkan tanda tangan kehadiran.
"Menurut tata tertib DPR mestinya anggota DPR itu hadir," kata dia. Dalam gugatannya, Feri mengatakan mereka meminta agar MK membatalkan revisi UU tersebut.
Feri menyebutkan sejumlah tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi yang hadir dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, pada akhir September 2019 telah bersedia menjadi penggugat. Dalam pertemuan itu, ada 41 tokoh senior yang ikut bertemu dengan Jokowi membahas penerbitan Peraturan Pengganti UU KPK atau Perpu KPK.
Feri adalah salah satu tokoh yang ikut dalam pertemuan itu. Namun, ia enggan menyebutkan siapa saja tokoh yang sudah bersedia menjadi penggugat. "Rata-rata kelompok yang menghadap presiden, plus yang tidak sempat hadir ketika itu juga ikut menjadi penggugat," kata dia.
Feri mengatakan gugatan itu akan segera diajukan ke MK. Namun, pihaknya masih menunggu proses gugatan yang telah diajukan belasan mahasiswa sebelumnya. Ia memastikan alasan gugatan yang diajukan tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi itu berbeda dengan yang diajukan mahasiswa.