TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Terorisme Harits Abu Ulya mengatakan tewasnya pemimpin kelompok radikal Islamic State (ISIS) Abu Bakr al-Baghdadi tak berpengaruh pada simpatisan ISIS di Indonesia. "Adanya al-Baghdadi dan tidak adanya ya sama saja. Mereka enggak akan berpengaruh," kata Harits kepada Tempo pada Selasa, 29 Oktober 2019.
Alasannya, informasi bangunan khilafah yang dibangun Al-Baghdadi di Suriah hancur. Di Indonesia tidak lagi ada spirit yang kuat untuk mereka pindah ke sana. “Jadi, mereka balik seperti ke zaman sebelum ISIS deklarasi khilafah.”
Peneliti Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu menjelaskan saat ini Suriah dalam keadaan babak belur. Personel mereka banyak yang sudah meninggal dan sebagian besar berada di pengungsian, termasuk WNI yang didominasi perempuan.
Dia membantah adanya hubungan antara oknum simpatisan di Indonesia dengan negara yang dibangun oleh ISIS. Menurut dia, hubungan antara simpatisan ISIS di Indonesia saat ini hanya tinggal sebatas hubungan dengan kawan dan kerabat yang masih berada di Suriah. Hubungan itu juga semakin sulit lantaran keterbatasan akses komunikasi.
Sepengetahuan Harits, orang-orang di Suriah sudah tidak ada ada yang pulang kecuali 1-2 orang. Mereka betul-betul menjadi kombatan. “Awal-awal ada (yang kembali ke Indonesia) dan sudah ditangkap semua. Itu pun enggak lebih dari lima orang."
Mengatakan kematian Al Baghdadi tak berpengaruh, Harits memperkirakan simpatisan ISIS Indonesia masih berpotensi melakukan aksi teror. Namun hal itu tak lagi didasari persoalan ideologi dan politik, melainkan sebagai bentuk dendam terhadap pemerintah dan aparat.
Bisa jadi karena keluarga, teman, sahabatnya ditangkap lalu mengalami kekerasan ketika ditahan. “Itu mereproduksi kebencian yang mendorong orang melakukan teror."