TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan konsep hak veto dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada menteri koordinator (menko) karena pada periode pertama terdapat tumpang tindih fungsi antar kementerian. “Hak veto ini ikhtiar Pak Jokowi agar fungsi kementerian Koordinator ini lebih bisa maksimal,” kata Arsul di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2019.
Ia menduga hak veto diberikan kepada menko oleh Jokowi, karena pada periode pertama pemerintahannya ada ketidak selarasan fungsi antara kementerian satu dengan yang lain secara terbuka. Tumpang tindih antara kebijakan masing-masing kementerian itu, yang dihindari dengan adanya veto.
Dalam praktiknya nanti, kata Arsul, sebelum menteri mengeluarkan kebijakan harus berkoordinasi dengan kementerian lain, pada rapat tingkat Kemenko. “Jika masing-masing kementerian bersikap sesuai dengan kepentingan sektoralnya, lalu kementerian lain karena kepentingan sektoralnya bersikap lain lagi (terhadap dalam satu masalah), maka menteri koordinator memberikan kata akhir.”
Arsul mencontohkan dulu ada perbedaan soal impor pangan antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian. Dengan hak veto persoalan itu dapat diselesaikan.
Sebelumnya Menkopolhukam Mahfud Md mengatakan menteri koordinator kini memiliki kewenangan memveto kebijakan menteri lain di lingkupnya, bila bertentangan dengan visi presiden. Hak veto juga bisa digunakan bila kebijakan antar kementerian bentrok. “Presiden mengatakan menko itu mempunyai hak veto. Untuk membatalkan kebijakan atau peraturan menteri yang tidak sejalan dengan visi presiden maupun berbenturan dengan menteri menteri lain,” kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis 24 Oktober 2019.