INFO NASIONAL — Pemprov DKI Jakarta kian gencar mengatasi pencemaran udara yang mengkhawatirkan. Salah satu terobosannya adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman dan saling terintegrasi.
Program integrasi transportasi tersebut bernama Jak Lingko. Jak Lingko merupakan sistem transportasi yang terintegrasi (integrasi rute, integrasi manajemen, dan integrasi pembayaran) di mana integrasi layanan transportasi publik di Jakarta yang semakin luas. Integrasi ini tidak hanya melibatkan integrasi antara bus besar, bus medium, dan bus kecil di Transjakarta, namun juga akan melibatkan transportasi berbasis rel yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta seperti; MRT, LRT, dan sebagainya.
Jak Lingko adalah istilah gabungan dari Jak untuk Jakarta dan Lingko yang bermakna jejaring atau integrasi (diambil dari sistem persawahan tanah adat di Manggarai, Nusa Tenggara Timur). “Dengan transportasi umum yang terintegasi, bisa berangkat ke mana saja, pergi kemana saja dengan satu kartu,” ujar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, beberapa waktu lalu.
Untuk menggunakan Jak Lingko, warga Jakarta harus membeli kartu Jak Lingko seharga Rp 30 ribu berisi saldo Rp 10 ribu. Dengan kartu ini, tarif maksimal Rp 5 ribu per tiga jam. Contoh, naik Jak Lingko pukul 06.00 WIB, lalu naik TransJakarta pukul 07.30 WIB, kemudian naik Jak Lingko lagi pukul 09.00 WIB, maka saldo di kartu Jak Lingko berkurang Rp 5 ribu.
Hingga saat ini, total armada yang telah diremajakan dan tergabung dalam Jak Lingko sejumlah 3.359 unit. Terdiri dari bus besar 1.779 unit, bus sedang 420 unit, dan bus kecil 1.160 unit.
Untuk mengembangkan integrasi transportasi ini, Pemprov DKI terus melakukan banyak hal. Misalnya, 109 Rute TransJakarta pada 2017 kini menjadi 220 rute. Jumlah armada juga bertambah dari 2.380 unit di 2017 menjadi 3.548 unit pada 2019. Sementara itu, moda transportasi LRT, selama uji publik 11 Juni–13 Oktober 2019, telah melayani 798.000 penumpang.
Pembenahan semua moda transportasi ini sesuai Intruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tanggal 1 Agustus. Salah satunya di sektor transportasi untuk meredam tingginya pencemaran udara. Dari data AirVisual per 26 Oktober 2019, kualitas udara Jakarta masih tidak sehat. Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara sebesar 154 dengan konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 60,4 µg/meter kubik. Kondisi ini menempatkan Jakarta di posisi ke-7 kota tercemar dunia. Oleh sebab itu, pengadaan transportasi publik untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi adalah keniscayaan. (*)