TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fahmi Salim mengakui pihaknya kecewa lantaran posisi menteri pendidikan, kebudayaan, dan pendidikan tinggi di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin tak diisi kader Muhammadiyah. Namun Fahmi mengklaim kekecewaan itu bukan karena urusan pragmatis politik praktis.
"Yang penting bagi kami ini kalau misalnya ada kekecewaan, kami kecewa bukan karena urusan pragmatis, karena Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis," kata Fahmi dalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 26 Oktober 2019.
Fahmi mengatakan, Muhammadiyah kecewa karena bidang pendidikan dianggap bersinggungan dengan hajat orang banyak. Di sisi lain, pendidikan juga merupakan salah satu garis perjuangan Muhammadiyah selama ini, selain di bidang keagamaan, kesehatan, dan sosial.
Menurut dia, penting bagi Muhammadiyah untuk mengelola pendidikan karena hal itu juga berkaitan dengan moralitas bangsa. Muhammadiyah memandang bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk siswa yang beriman, bertakwa, berakhlak, dan berkarakter. "Pusat pendidikan ini sangat bersinggungan dengan hajat yang sangat besar dan kepentingan besar Muhammadiyah untuk mengelola pendidikan Indonesia, karena ini tentang moralitas."
Posisi Mendikbud di kabinet Jokowi saat ini diisi Nadiem Makarim, pendiri dan mantan bos Gojek. Ini tak biasa karena sebelumnya ada pakem bahwa portofolio ini jatah Muhammadiyah.
Menurut Fahmi, kekecewaan Muhammadiyah ini seperti halnya kekecewaan Nahdlatul Ulama karena posisi Menteri Agama saat ini tak ditempati kader NU. Sebab, sejak setelah reformasi jabatan itu juga diisi perwakilan nahdliyin.
"Sebagaimana NU merasa dicuri ya portofolionya di Kementerian Agama. Setelah reformasi itu kan hampir semuanya dari unsur nahdliyin ya. Wajar teman-teman NU kecewa berat," kata dia. Posisi Menteri Agama saat ini diisi Fachrul Razi, purnawirawan TNI AD yang juga Ketua Bravo 5, tim relawan Jokowi sejak 2014.