TEMPO.CO, Jakarta - Penunjukan dr. Terawan Agus Putranto oleh Presiden Jokowi sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) di dalam Kabinet Indonesia Maju menjadi perhatian publik, lantaran rekam jejaknya sarat kontroversi. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) memiliki catatan pelanggaran etik Terawan sehubungan dengan metode cuci otak yang dipraktikannya.
Wakil ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Dr. Pukovisa Prawiroharjo, mengatakan IDI menghargai sepenuhnya keputusan Presiden Joko Widodo. Menurut dia, presiden memiliki pertimbangan yang matang dalam menentukan pembantunya di kabinet. “Presiden tentu memiliki alasan yang lebih prinsipiil dan luas dalam memilih dokter Terawan sebagai menteri kesehatan,” kata dia di ruang MKEK, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2019.
Pukovisa menolak berspekulasi soal alasan Jokowi memercayakan jabatan menteri kesehatan (Menkes) kepada Terawan. Yang jelas, kata dia, memilih seseorang untuk memegang jabatan publik itu memerlukan ilmu tersendiri. “Saya tidak ingin mengomentari bidang yang tidak saya kuasai.”
MKEK menetapkan pelanggaran etik Terawan sebagai pelanggaran serius Februari 2018. MKEK juga memberikan sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) selama 12 bulan mulai 26 Februari sampai dengan 25 Februari 2019. MKEK juga mencabut rekomendasi izin pratik Terawan.
Terawan mulai menjalankan terapi cuci otak dengan metode digital subtraction angiography (DSA), tindakan invasif dengan memasukkan zat heparin ke dalam pembuluh darah, sejak Juli 2013. Berdasarkan pengakuan Terawan kepada sejumlah media, ia sudah menangani ribuan pasien dengan metode itu.
Catatan pelanggaran etik Terawan, kata Pukovisa, tidak berkonsekuensi langsung kepada jabatan menteri yang kini diemban Terawan. Catatan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran itu juga bersifat internal. Sehingga, persoalan etik Terawan perlu dilihat terpisah antara urusan “rumah tangga” kedokteran dan jabatan publik saat ini.
“Kami masih menindaklanjuti persoalan etik itu, namun di dalam rumah tangga kami.” Dia menampik IDI tidak mengabaikan pelanggaran etik Terawan. Proses etik, kata dia, berlangsung dalam mekanisme internal MKEK. IDI menghargai keputusan Presiden menunjuknya sebagai menteri kesehatan dengan tetap mengawal proses etik di lingkungan internal.
NYOMAN ARY WAHYUDI | RUSMAN PARAQBUEQ