TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah keluarga korban tragedi Hak Asasi Manusia masa lalu mengaku kecewa dengan keputusan Presiden Joko Widodo mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan. Paian Siahaan, ayah dari korban penculikan aktivis pro demokrasi mengatakan sakit hati dengan keputusan Jokowi tersebut.
"Menyakitkan untuk keluarga korban, terlebih kami yang korban penghilangan paksa 97 dan 98," kata Paian di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2019.
Paian ialah ayah dari Ucok Munandar Siahaan, salah satu korban penculikan aktivis 1997-1998. Ucok diduga diculik oleh Tim Mawar yang berada di bawah komando Prabowo sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.
Paian berkata kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019 tak terlepas dari peran para keluarga korban penghilangan paksa tersebut. Ia mengatakan para keluarga cukup vokal menolak Prabowo menjadi presiden dengan harapan Jokowi akan bisa menuntaskan kasus ini di periode keduanya.
Namun, menurut dia harapan itu sirna ketika Jokowi mengajak Prabowo untuk masuk dalam kabinetnya. "Tidak mungkin kasus ini dituntaskan bila pelakunya ada di pemerintahan," ujarnya.
Maria Katarina Sumarsih, ibunda BR Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta yang tewas dalam Tragedi Semanggi I juga ikut kecewa. Ia mengatakan sudah memprediksi bahwa penuntasan kasus HAM di periode kedua Jokowi akan jalan di tempat.
"Pemilu 2019 itu pemilihan hampa, satu capres adalah pelindung pelanggar HAM berat dan yang satunya lagi adalah capres terduga pelaku pelanggar HAM berat," kata dia.
Kendati demikian, ia mendesak agar Jokowi segera mencabut surat pengangkatan Prabowo. Ia juga mendesak agar Jokowi menugasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Jaksa Agung untuk segera menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. "Ini adalah kesempatan terakhir Presiden Jokowi menunjukkan komitmennya dalam penegakan HAM," kata dia.