TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Democrazy Electoral Empowerment Partnership atau DEEP, Yusfitriadi alias Yus, menyebut ada beberapa kejanggalan komposisi menteri yang dipilih Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menyusun Kabinet Indonesia Maju.
Yus mengatakan kejanggalan pertama adalah masuknya Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ke kabinet tersebut. Jokowi menunjuk seterunya dalam Pilpres 2019 ini sebagai Menteri Pertahanan.
"Padahal saat Pilpres, pendukung kedua kubu bertarung sengit sampai saling melempar hoaks," kata Yus, Kamis, 24 Oktober 2019. DEEP merupakan salah satu lembaga yang saat Pemilu 2019 mendapat lampu hijau dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi jalannya kontes lima tahun ini.
Yus mengatakan masuknya Prabowo malah memunculkan banyak spekulasi. Mulai dari tudingan Prabowo haus kekuasaan sampai menjadikan posisi ini sebagai batu loncatan maju dalam Pilpres 2024.
Kejanggalan lain adalah masuknya eks CEO Gojek Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. "Banyak yang skeptis karena latar belakang dia yang tidak pernah berkiprah di dunia pendidikan," kata Yus.
Kemudian, Yus mengkritik masuknya Fachrul Razi yang merupakan pensiunan tentara. Yus curiga agenda pemberantasan radikalisme yang didengungkan Jokowi ditangkap Fachrur dengan cara militer. "Apakah pendekatan untuk menangani masalah-masalah keagamaan akan kembali menggunakan metode refresif," ujar Yus
Yus juga melihat absennya Partai Demokrat dari kabinet Indonesia maju sebagai kejanggalan. Padahal, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono juga bolak-balik bertemu dengan Jokowi.
Terakhir, Yus melihat kembalinya Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM juga akan memunculkan cap negatif bagi Jokowi. Yus melihat kalangan pegiat sudah kadung melabeli Yasonna sebagai menteri yang mendukung revisi Undang-undang KPK. "Hal ini jelas akan melanjutkan berbagai agendanya, termasuk meneruskan pemberlakuan UU KPK," kata Yus.