TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch mengkritik Presiden Joko Widodo dalam menyusun Kabinet Kerja Jilid II. Menurut ICW, Jokowi kurang memperhatikan rekam jejak calon menteri pilihannya. "Ini risiko pengisian jabatan strategis tanpa filter yang kuat," kata Koordinator Korupsi Politik ICW, Donal Fariz saat dihubungi, Rabu, 23 Oktober 2019.
Donal mengatakan seharusnya Jokowi melibatkan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Jenderal Pajak, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan dalam menelusuri rekam jejak menteri. Pelibatan lembaga itu sebetulnya dilakukan Jokowi saat awal pembentukan kabinet pada 2014.
Tidak dilibatkannya lembaga-lembaga itu menyebabkan sejumlah menteri yang pernah diperiksa di KPK akhirnya terpilih. Orang yang pernah diperiksa KPK memang belum tentu terlibat dalam kasus korupsi. Karena itu, pelibatan KPK dinilai penting untuk menghilangkan keraguan publik terhadap menteri. "Pemerintah memulai start yang buruk dalam membentuk kabinet ini," kata dia.
Jokowi telah melantik 34 menteri untuk kabinet Kerja Jilid II. Sejumlah nama mendapat sorotan karena pernah diperiksa KPK, di antaranya Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Desa Abdul Halim Iskandar.
Nama Zainudin pernah muncul dalam kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi. Ketua MK Akil Mochtar diduga pernah meminta uang Rp10 miliar ke Zainudin untuk mengurus sengketa Pilkada. Zainudin menyatakan percakapan itu hanya gurauan belaka.
Rumah dan ruang kerja Zainudin juga pernah digeledah dalam kasus suap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
Akan halnya Ida Fauziyah pernah diperiksa dalam korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 yang menjerat Menteri Agama Suryadharma Ali. Saat diperiksa KPK pada Agustus 2014, politikus PKB ini mengaku ditanya soal fungsi pengawasan DPR. Adapun Abdul Halim Iskandar pernah diperiksa dalam kasus gratifikasi Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman.
DEWI NURITA | ARKHELAUS WISNU