TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menjelaskan makna omnibus law yang disinggung Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pidato perdana seusai pelantikan presiden pada Ahad, 20 Oktober lalu.
Bivitri mengatakan, omnibus law adalah sebuah undang-undang yang mengatur atau mencabut sejumlah undang-undang lain. "Omnibus law itu cuma penamaan saja untuk sebuah undang-undang yang biasanya di dalamnya mengatur atau mencabut banyak undang-undang lain, jadi lebih rapi," kata Bivitri kepada Tempo, Kamis, 24 Oktober 2019.
Bivitri mengatakan omnibus law biasanya mengatur satu topik saja, bukan berbagai topik. Adapun dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyebut dua omnibus yang diinginkannya, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.
Menurut Bivitri, Jokowi sudah sering menanyakan kemungkinan membentuk omnibus itu kepada Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (APHTN). "Memang Presiden udah lama mengincar itu, dia sering bertanya ke APHTN," kata Bivitri.
Omnibus law memang dipraktikkan di beberapa negara di antaranya Irlandia, Kanada, dan Amerika Serikat. Namun, Bivitri mengatakan konsep ini asing di Indonesia lantaran belum pernah dipraktikkan. Dia juga menilai UU omnibus ini akan sulit diwujudkan di Indonesia.
"Sangat sulit sebenarnya. Karena kita beda konteks. Bukannya mustahil, tapi penuh tantangan," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini.
Pertama, kata Bivitri, akan banyak sekali peraturan teknis yang mesti disinkronisasi. Padahal di Indonesia amat banyak peraturan teknis dalam bentuk peraturan menteri, keputusan menteri, surat edaran, dan sebagainya. Aturan teknis juga sering tersebar di banyak undang-undang.
Bivitri mencontohkan, aturan terkait investasi tidak hanya ada di Undang-undang Penanaman Modal, tapi juga ada di UU terkait lingkungan hidup, ketenagakerjaan, izin, dan sebagainya. Dia berujar pemerintah mesti memiliki satu badan untuk meneliti dan merapikan semua aturan itu.
Meski begitu, Bivitri mengatakan proses di Dewan Perwakilan Rakyat juga akan sulit. Secara teknis, DPR memerlukan kesiapan dan model pembahasan yang lain dari biasanya. Selain itu proses politik juga dinilai akan menjadi kendala dalam pembentukan omnibus law ini.
"Model pembahasan di mana banyak isu dibahas di satu UU itu enggak lazim di DPR, belum pernah. Jadi model pembahasannya di DPR juga mesti siap, staf di DPR juga mesti siap. Yang kedua di level politiknya. saya kira akan banyak tantangan di level politik dari anggota DPR sendiri," ujar Bivitri.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan akan segera membahas omnibus law sesuai arahan Jokowi. Dia mengatakan ada 74 UU yang akan diubah dengan omnibus law itu. "Target kami tahun ini selesai," kata Yasonna, Rabu, 23 Oktober 2019.