TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada sejumlah pasal multitafsir dalam Undang-Undang KPK yang baru. Salah satunya antara Pasal 69D dan Pasal 70C. "Banyak pertanyaan-pertanyaan hukum yang perlu dijawab secara hati-hati," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin, 21 Oktober 2019.
Pasal 69D menyatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, tugas dan kewenangan KPK mengacu pada UU lama. Namun, Pasal 70C menyatakan penanganan perkara yang belum tuntas dilakukan berdasarkan UU yang baru.
"Menjadi pertanyaan, apakah Pasal 69D itu hanya berlaku sepanjang terkait dengan kewenangan Dewan Pengawas atau seluruh pelaksanaan tugas KPK?" kata Febri.
Selain itu, Febri mengatakan KPK juga menyoroti soal status Penasihat KPK yang dihilangkan pada UU hasil revisi. KPK, kata dia, belum menentukan apakah penasihat langsung hilang begitu UU KPK berlaku, atau harus menunggu Dewan Pengawas diangkat. Untuk menafsirkan itu, KPK menyatakan akan meminta pendapat ahli hukum.
Sebelumnya, Sekretariat Negara resmi mempublikasikan UU KPK hasil revisi di situsnya jdih.setneg.go.id, pada Senin, 21 Oktober 2019. Dalam situs itu, diketahui UU KPK diberi Nomor 19 Tahun 2019 dan mulai berlaku pada 17 Oktober 2019.
Meski sudah berlaku sejak 17 Oktober 2019, KPK belum bisa membuat aturan turunan untuk pelaksanaan UU itu. Sebab, dokumen resmi baru dipublikasikan pada 21 Oktober 2019.
Febri mengatakan pimpinan tengah membahas lebih lanjut untuk membuat aturan KPK sebagai pedoman atas kekosongan hukum setelah UU berlaku. Ia mengatakan pimpinan segera akan memberikan arahan pada internal KPK terkait pelaksanaan tugas, khususnya penindakan. "Pimpinan akan segera memberikan arahan," kata dia.