TEMPO.CO, Jakarta - Pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pelantikan presiden-wakil presiden Ahad 20 Oktober 2019 kemarin dikritik karena lebih banyak menyinggung persoalan ekonomi namun tak berbicara soal isu hak asasi manusia. Sekretaris Jenderal Nasional Demokrat (NasDem) Johnny G Plate mengatakan, saat ini kebutuhan Indonesia adalah ekonomi.
“Ya memang saat ini kebutuhan kita sebagai bangsa di era pertarungan ini, untuk kesejahteraan fokusnya memang perekonomian sedangkan yang lain hukum HAM itu mendukung pertumbungan dan perekonomian kita,” tutur Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 21 Oktober 2019.
Sebelumnya pendiri Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia Lokataru Haris Azhar mengkritik pidato pelantikan Presiden Jokowi. Menurut dia, Jokowi dan pemerintahannya anti-HAM, serta tidak peka pada isu HAM.
"Ya karena dia dan pemerintahannya anti HAM dan tidak sensibel pada persoalan HAM. Tidak sensibel pada persoalan-persoalan yang ramai belakangan ini," kata Haris saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2019.
Menurut Haris, Jokowi juga gagal memanfaatkan momen pelantikan untuk meyakinkan publik bahwa pemerintahannya 5 tahun ke depan akan berjalan sesuai dengan agenda konstitusi. "Kecuali pendukung fanatiknya," ujar dia.
Jokowi membacakan pidato pada acara pelantikan presiden dan wakil presiden di Gedung MPR, pada Ahad 20 Oktober 2019. Dari pidato sepanjang 10 halaman yang dibaca Jokowi, tidak ada yang membahas mengenai HAM, hukum dan pemberantasan korupsi.
Dalam pidatonya, Jokowi memaparkan lima program yang menjadi fokus pengerjaan dalam lima tahun mendatang. Kelima program itu adalah pembangunan sumber daya manusia, meneruskan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dan Undang-Undang Pemberdayaan UMKM, penyederhaan birokrasi investasi, dan transformasi ekonomi.
FIKRI ARIGI | ROSSENO AJI