TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Andalas Feri Amsari menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Apalagi, setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatatkan hasil revisi UU KPK ke dalam Lembaran Negara menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Malah lebih bagus, sehingga presiden lebih mudah membatalkan revisi itu, karena sudah diundangkan,” kata Feri dihubungi, Jumat, 18 Oktober 2019.
Feri mengatakan sebelumnya sejumlah pihak menolak penerbitan perpu KPK. Salah satu alasannya, kata dia, perpu tak bisa dikeluarkan apabila UU yang bersangkutan belum resmi diundangkan. “Sebagian yang mengkritik rencana perpu, mengatakan bahwa perpu belum bisa dikeluarkan karena belum diundangkan juga,” kata Feri.
Feri berkata penerbitan perpu adalah hak prerogatif presiden. Presiden, kata dia, dapat kapan saja menerbitkan perpu, asalkan syarat kegentingan memaksa seperti yang diatur putusan Mahkamah Konstitusi sudah terpenuhi. Ia berharap Jokowi akan menerbitkan perpu KPK. Ia menduga Jokowi masih menimbang penerbitan itu secara politik, terutama mengenai rencana pelantikannya pada 20 Oktober 2019.
Sebelumnya, Kemenkumham resmi mencantumkan UU KPK hasil revisi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019. Revisi itu disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 17 September 2019. Jokowi diketahui tak menandatangani UU tersebut hingga 30 hari sejak disahkan. Dengan begitu, sesuai ketentuan, maka UU KPK hasil revisi secara otomatis resmi berlaku pada 17 Oktober 2019.
Revisi ini mendapatkan banyak penolakan dari koalisi masyarakat sipil karena dianggap melemahkan KPK. Mereka mendesak Jokowi menerbitkan perpu yang membatalkan revisi tersebut.