TEMPO.CO, Jakarta - Lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid kesatu mendapatkan banyak kritik dari pegiat isu perempuan dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Perempuan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan serta Amnesty International Indonesia menganggap pemerintah Jokowi tidak berpihak pada isu perempuan, Hak Asasi Manusia dan kebebasan berekspresi.
"Janji kampanye Presiden Jokowi pada 2014 meningkatkan penghormatan HAM termasuk mengatasi semua pelanggaran belum terealisasi," kata peneliti Amnesty, Papang Hidayat dalam diskusi bertajuk Habis Gelap Terbitlah Kelam di Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019.
Diskusi ini digelar empat hari Senin-Kamis, 14-17 Oktober 2019. Pada hari terakhir pelaksanaannya diskusi mengangkat isu soal HAM. Berikut adalah evaluasi sejumlah lembaga mengenai pemerintahan Jokowi lima tahun ke belakang pada isu HAM, Perempuan dan kebebasan berekspresi dalam diskusi itu.
-Isu Perempuan
Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Atnike Sigiro menganggap selama ini pemerintahan Jokowi tak berpihak pada isu kesetaraan gender, kebebasan sipil dan hak privat. Era pemerintahan Jokowi ditandai dengan menguatnya propaganda bernada konservatif yang mengancam hak perempuan. "Enggak ada perlindungan privat,” kata Atnike di Jakarta, 17 Oktober 2019.
Negara membiarkan persekusi individu, kelompok minoritas dan identitas gender minoritas. “Bukannya melindungi, negara malah mengkriminalkan korban."
Atnike mencontohkan sejumlah aturan di era Jokowi justru mempersulit kelompok perempuan dan minoritas untuk mengutarakan ide, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, ia mendapati persekusi dan kriminalisasi terhadap korban juga masih marak terjadi. Di sisi lain, kata dia, sejumlah rancangan UU yang mendorong kesetaraan gender justru tidak disahkan, salah satunya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
-Isu HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras menilai pemerintahan Jokowi gagal dan ingkar janji menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Di antaranya, peristiwa Mei 1998, Tragedi Trisakti dan penculikan aktivis 1998.
Deputi Koordinator Kontras Feri Kusuma mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebetulnya masuk dalam program kampanye Jokowi-JK bertajuk Nawacita. “Tapi saat terpilih, berubah jadi ingkar janji.” Selama lima tahun pemerintahan, kata dia, tidak ada satu pun kasus yang selesai.
-Kebebasan Berekspresi
Isu kebebasan berekspresi makin dipersempit. "Kami khawatir semakin terbatasnya ruang sipil yang menyempit bagi kebebasan berekspresi, seperti ekspresi politik, religius, dan estetis yang dilakukan semata-mata dengan cara damai," kata peneliti Amnesty Papang Hidayat.
Kedua, mengenai kebebasan beragama, berpikir dan berkepercayaan. Amnesty mencatat adanya pelanggaran dan diskriminasi kelompok minoritas, maupun serangan fisik dan penutupan tempat ibadah. Papang menjelaskan, hingga saat ini pemerintah hanya memberikan sedikit perlindungan. "Negara gagal memberi rasa aman bagi mereka untuk hidup.“ Pemerintahan Jokowi seharusnya mempertahankan jargon toleransi. “Ini ke depan masih agak suram."