TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Anggota DPRD Surakarta tahun 1997-1999 Boyamin Saiman mengatakan koreksi atas kesalahan penulisan dalam draft UU KPK tidak sah karena dilakukan di luar sidang paripurnan DPR. Koreksi atas kesalahan itu harus memenuhi persyaratan yaitu dengan mengulang rapat paripurna DPR.
Dalam azas bernegara dan hukum, perubahan Undang-undang atas suatu kesalahan harus dengan cara yang sama atau sederajat. "Koreksi yang bukan dengan rapat paripurna menjadikan revisi UU KPK menjadi tidak sah dan batal demi hukum." Boyamin menyampaikannya dalam keterangan tertulis pada Kamis, 17 Oktober 2019.
Kesalahan penulisan dalam UU KPK itu di antaranya adalah mengenai batas usia 50 tahun. Namun yang tertulis dalam kurung adalah empat puluh tahun (50 Tahun (Empat puluh)). Menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu, salah ketik ini bisa menimbulkan dua makna yang berbeda. "Dengan demikian hal ini bukan sekedar kesalahan typo, namun kesalahan substantif."
DPR periode 2019-2024 saat ini belum memiliki Badan Legislasi (Baleg) yang baru. Sehingga, kata dia, koreksi yang dianggap salah ketik oleh DPR periode saat ini tidak sah. Pengiriman revisi UU KPK saat itu oleh Baleg DPR. “Selama rapat paripurna tidak dilakukan, revisi UU KPK tidak sah."
Boyamin juga mengatakan UU KPK masih menyisakan masalah lain yaitu tidak kuorumnya kehadiran secara fisik anggota DPR. Saat pengesahan rapat paripurna, DPR hanya dihadiri 89 anggota.
Di tambah lagi terkait pembacaan revisi UU KPK yang tak dibacakan secara utuh oleh Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat paripurna DPR. "Padahal sebelum dimintakan persetujuan harus dibacakan secara utuh untuk menghindari kesalahan sebagaimana terjadi saat ini."