TEMPO.CO, Makassar - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Mas Guntur Laupe dianggap memprovokasi mahasiswa untuk demonstrasi menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada Ahad, 20 Oktober 2019.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Universitas Hasanuddin Fatir Kasim mengungkapkannya kepada Tempo hari ini, Rabu, 16 Oktober 2019.
Penilaian Fatir tersebut menanggapi kebijakan Mas Guntur melarang demonstrasi mulai 16 Oktober hingga 20 Oktober, bertepatan dengan pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin.
“Sebenarnya Pak Kapolda sedang memprovokasi mahasiswa turun aksi."
Menurut dia, ada dua kesalahan fatal yang dilakukan Kapolda Sulsel. Pertama, larangan itu melanggar UUD 1945 Pasal 28 E ayat 3 tentang kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat secara lisan dan tertulis.
Kedua, Fatir melanjutkan, waktunya juga tidak tepat lantaran polisi mengharapkan mahasiswa tak turun ke jalan justru memprovokasi dengan mengeluarkan larangan itu.
Fatir mengingatkan bahwa larangan yang dikeluarkan Kapolda Sulsel bertentangan dengan itikad baik yang disampaikan dalam pertemuan di Gedung Rektorat Unhas pada 1 Oktober 2019.
Saat itu, Kapolda Mas Guntur berjanji mendampingi demonstrasi mahasiswa agar tidak disusupi. “Jadi bukan melarang,” tutur Fatir.
Kapolda Sulsel Irjen Mas Guntur mengeluarkan larangan unjuk rasa dengan alasan polisi ingin situasi tetap aman, nyaman, dan kondusif saat pelantikan Presiden Jokowi.
“Walaupun pelantikan di Jakarta, tapi di sini (Sulsel) harus tetap aman,” juru bicara Polda Sulsel Komisaris Besar Dicky Sondani. “Kalau ada yang menyampaikan surat pemberitahuan akan diadakan penyampaian aspirasi, kami tidak akan memberikan surat tanda penerimaan."
Dicky, diskresi Kepolisian tersebut dikeluarkan demi kepentingan bangsa dan negara. Jika ada yang demonstrasi menjelang pelantikan maka akan dianggap ilegal. “Kami dan TNI pasti akan tindak tegas,” kata Dicky.