TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo berjanji akan memperhatikan keinginan masyarakat terkait amendemen UUD 1945. Dia mengklaim amandemen baru akan dilakukan jika memang publik menghendaki, begitu pula sebaliknya.
"Saya pastikan apabila mayoritas masyarakat menghendaki amandemen pasti kami (lakukan). Tapi kalau masyarakat tidak menghendaki maka keputusannya adalah tidak perlu kita amendemen," kata Bamsoet, sapaan Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2019.
Bamsoet mengakui ada perbedaan keinginan dari beberapa pihak terkait amendemen UUD 1945. Beberapa fraksi, salah satunya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menginginkan amendemen terbatas pada pengaktifan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), ada pula yang ingin amendemen menyeluruh seperti Nasdem dan Gerindra.
Di sisi lain, sejumlah pakar hukum tata negara mengkritik rencana amandemen karena dinilai akan membuka kotak pandora. Sekali keran perubahan dibuka, mereka khawatir agenda amandemen akan menjadi bola liar yang melebar ke mana-mana.
Perdebatan juga berpusar terkait kapan amandemen akan dilakukan. Menurut Bamsoet, amendemen UUD 1945 tak akan dilakukan terburu-buru. Dia berujar perubahan konstitusi akan bergantung juga terhadap dinamika di masyarakat.
"Saya ingin tegaskan tidak ada kejar setoran atau kejar target dalam kerja politik di MPR. Tahun pertama kedua kami membuka diri. Jadikan dua tahun tiga tahun sebagai golden time untuk menampung aspirasi masyarakat," ujarnya.