TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpu KPK. Menurut mereka, Jokowi memiliki wewenang konstitusional prerogatif untuk menerbitkan Perpu atas dasar kondisi kegentingan yang memaksa.
“Perpu itu jelas punya landasan konstitusional,” kata Koordinator Sepaham Indonesia, Al Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019. Al Hanif juga merupakan Direktur Center for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) Universitas Jember, Jawa Timur.
Al Hanif mengatakan wewenang penerbitan Perpu ini tersebut telah diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada presiden. Dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 disebutkan, ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.
Wewenang yang sama juga tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 1 angka 4 UU tersebut menyebutkan, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
Sejumlah organisasi kampus lain pun mendukung penerbitan Perpu ini. Seperti Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya, Pusat Studi Anti Korupsi dan Kebijakan Pidana (CACCP) Universitas Airlangga, Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) Universitas Brawijaya, hingga Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman.