TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC Sirajuddin Abbas mengatakan, Presiden Joko Widodo harus bisa mengontrol dan mengelola partai-partai pendukungnya. Dia menilai Jokowi akan repot jika malah dia yang didominasi oleh partai koalisinya.
"Pak Jokowi harus pandai, misalnya untuk tidak terkooptasi oleh satu dua partai, tapi bisa memainkan posisi penyeimbang dari partai-partai yang lain," kata Sirajuddin di kawasan Matraman, Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019.
Anggapan bahwa Presiden Jokowi didominasi partai-partai ini mencuat terkait revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Di saat Jokowi melunak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) KPK, partai-partai koalisinya yang ada di parlemen malah menolak.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, misalnya, tegas menyatakan Presiden tak boleh buru-buru menerbitkan perpu KPK. Di sisi lain, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh melontarkan pernyataan bahwa salah-salah Jokowi bisa dimakzulkan jika ternyata penerbitan perpu tak sesuai dengan kaidah hukum tata negara.
Menurut Sirajuddin, Jokowi harus memainkan kekuatan penyeimbang di internal koalisinya. Jika memang hal itu tak terwujud dari koalisinya, kata Sirajuddin, posisi penyeimbang ini bisa melibatkan partai-partai lain atau kabinet.
Salah satu cara mengontrol koalisi adalah dengan mengelola kepentingan setiap partai terkait posisi di kabinet. Sirajuddin berpendapat Jokowi bisa memanfaatkan penyusunan kabinet ini untuk bernegosiasi dengan partai-partai politik pendukungnya.
"Saya kira Pak Jokowi tahu semuanya ada transaksinya, ada kebutuhan apa masing-masing partai politik, tentu saja di situ ada nilainya," ujarnya.