TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan Indonesia Antikorupsi dan komunitas antikorupsi lainnya mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. PIA menyatakan penerbitan perpu tersebut dapat menunjukan keberpihakan presiden dalam pemberantasan korupsi.
"Segera mengeluarkan perpu atas revisi UU KPK. Kami memahami satu-satunya kewenangan penuh yang Bapak miliki adalah dengan mengeluarkan perpu tersebut sebagai upaya mengatasi kebuntuan sosial dan politik saat ini," kata perwakilan PIA Anita Wahid dalam keterangan tertulis Senin, 14 Oktober 2019.
Anita mengatakan pihaknya menuntut Jokowi untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia mengingatkan Jokowi dipilih oleh lebih dari 87 juta rakyat untuk membela kepentingan bangsa dan negara, bukan segelintir oligarki dan elit.
"Kami menuntut bapak menjalankan amanah yang kami titipkan selaku Presiden Republik Indonesia 5 tahun ke depan," kata Anita.
Anita berkata penerbitan perpu memang tidak akan langsung menyelesaikan masalah bangsa. Tapi, ia menilai, perpu merupakan simbol komitmen presiden masih bersama rakyat yang ingin KPK tetap berfungsi membasmi korupsi. "Keberpihakan ini kami nantikan."
Anita mengatakan saat ini pihaknya belum melihat komitmen dari Jokowi mengenai penerbitan perpu. Apalagi dari partai pendukung Jokowi. Anita mengatakan Jokowi bukan petugas partai.
"Bapak adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan Presiden partai apalagi petugas partai," kata dia. "Saatnya bapak mendengar hati nurani, bukan mendengarkan kepentingan sekelompok elit," lanjut Anita.
Bersama PIA desakan supaya Jokowi menerbitkan perpu juga diajukan 37 komununitas antikorupsi lainnya. Beberapa di antaranya ialah Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Indonesia, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), KAPAL Perempuan, Kalyanamitra, Kemitraan untuk Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (KEMITRAAN), dan Institute of Community Justice (ICJ) Makassar.