TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, yakni Randi, 21 tahun, dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) yang meninggal saat unjuk rasa di gedung DPRD Sultra, pada 26 September 2019 lalu, meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim gabungan pencari fakta independen.
Ketua Tim Pengacara Sukdar mengatakan, proses penyelidikan kasus penembakan Randi sudah memasuki 3 pekan. Hingga saat ini, kata dia, hanya ada 6 orang terperiksa yang diduga melanggar kode etik disiplin karena membawa senjata api saat pengamanan aksi unjuk rasa.
"Adanya 6 orang oknum anggota Polri berstatus terperiksa yang sebentar lagi akan disidangkan persoalan etik dan lambatnya proses penyelidikan untuk menentukan siapa pelaku yang diduga kuat melakukan penembakan," kata Sukdar, saat konferensi pers, di Kendari, Sabtu, 12 Oktober 2019.
Maka, timnya meminta Presiden Jokowi membentuk tim pencari fakta yang independen untuk mengusut keterkaitan enam anggota Polri tersebut.
Selain itu, Kuasa Hukum mendesak Tim Mabes Polri agar segera memberikan gambaran apakah tindakan 6 orang sebagai terperiksa itu dapat digolongkan dan punya hubungan kuat melakukan penembakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa Randi dan Yusuf Kardawi.
"Kami Tim kuasa hukum korban mempertanyakan komitmen Polri dalam penuntasan perkara ini, karena terkesan 6 anggota Polri yang terperiksa lebih dititikberatkan pada proses etik oleh Propam," ujar Sukdar.
Sedangkan, kata Sukdar, pada proses pro justitia terkait 6 anggota Polri yang membawa senjata api di tempat unjuk rasa itu, belum mengerucut pada siapa pelaku penembakan. "Saat ini sudah memasuki minggu ke 3, namun belum juga ada penjelasan," kata dia.