TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Mathlaul Anwar (UNMA) Pandeglang, Banten menolak keras dikaitkan dengan paham radikalisme ekstrem dan terorisme. Secara kelembagaan maupun perorangan. UNMA mengeluarkan pernyataan ini setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, ditusuk orang yang diduga terafiliasi jaringan terorisme.
"Seluruh materi pelajaran di UNMA Banten maupun di 2.000 sekolah dan madrasah Mathlaul Anwar di seluruh Indonesia tidak ada sedikit pun yang mengajarkan paham radikalisme dan terorisme." Wakil Rektor UNMA, Ali Nurdin menyampaikannya dalam keterangan tertulis, Sabtu 12 Oktober 2019.
Ali menegaskan agar aparat mengambil tindakan hukum yang sesuai apabila ada keterlibatan dari civitas akademika UNMA yang terindikasi menganut paham radikalisme ekstrem yang mengarah kepada tindakan terorisme. UNMA, kata dia, tak akan ragu untuk memberhentikan setiap dosen, staf, maupun mahasiswa yang terbukti menganut paham radikal.
UNMA beserta Pengurus Besar Mathlaul Anwar mengutuk keras peristiwa penyerangan terhadap Wiranto. Radikalisme yang menganjurkan perbuatan teror dan kekerasan bersenjata, menurut mereka jelas bertentangan dengan ajaran agama dan nilai kemanusiaan universal. "Karena itu perlu dibasmi dan diberantas sampai ke akar-akarnya."
UNMA Banten, kata Ali, juga terus membuka diri dan akan terus melakukan upaya penyadaran dan dakwah dalam rangka deradikalisasi bagi masyarakat yang terpapar paham radikalisme ekstrem. UNMA dalam waktu dekat, akan membentuk Pusat Kajian Deradikalisasi, untuk lebih memahami dalam rangka antisipasi dan menangkal penyebaran paham-paham itu.
Pada Kamis 10 Oktober 2019, Wiranto ditusuk dengan pisau saat hendak kembali ke Jakarta setelah memberi kuliah umum di Universitas Mathlaul Anwar, Labuan, Banten.
Wiranto diserang Syahril Alamsyah alias Abu Rara, yang diduga seorang anggota kelompok jaringan terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi. Wiranto pun terkena luka di bagian perut dan kini dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta Pusat.