TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri lembaga survei Kedai Kopi, Hendri Satrio, mengatakan pendengung atau buzzer pendukung pemerintah bisa menghalangi proses demokrasi. Ia mengatakan proses demokrasi tak selesai karena buzzer menghalau kritik yang disuarakan masyarakat.
“Menghalau itu salah dalam demokrasi. Kalau sayang seharusnya biarkan saja (ada kritik ke pemerintah),” kata Hendri di diskusi Buzzer dan Ancaman Terhadap Demokrasi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponegoro, Jakarta, Jumat, 10 Oktober 2019.
Buzzer menurutnya muncul dari kemewahan kebebasan menyiarkan informasi melalui media sosial. Fenomena ini berubah, saat kebebasan menyiarkan informasi dipakai untuk mencapai tujuan tertentu dengan mengarahkan opini publik. Lebih lagi, kata dia, buzzer juga mulai melakukan praktik doxing atau mencari dan menyebarkan informasi pribadi.
Hendri menambahkan buzzer menjadi mengganggu ketika ada ketidakadilan yang terjadi. Misalnya informasi yang disampaikan tidak valid, dan merugikan pihak lain.
Namun, kata dia, fenomena buzzer ini menimbulkan dilema. Menurutnya buzzer tak dapat dilarang, karena bertentangan dengan nilai demokrasi. “Buzzer juga kan punya hak memiliki pendapatan, dan hak untuk bersuara,” ujar dia.
Kepala Staf Kepresiden Moeldoko sebelumnya mengaku pihak Istana sudah beberapa kali meminta para buzzer agar berhenti gaduh di media sosial.
"Buzzer ini kan muncul karena perjuangan menjaga marwah pemimpinnya. Dalam situasi ini, relatif sudah enggak perlu lagi buzzer-buzzeran," kata Moeldoko di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.
FIKRI ARIGI | FRISKI RIANA