TEMPO.CO, Jakarta-Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengimbau agar masyarakat lebih ketat mengontrol dinamika politik di Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab, kubu oposisi yang biasanya menjalankan fungsi kontrol dinilai sudah mati.
“Saya kira kecenderungan hilangnya oposisi di parlemen itu sudah kelihatan dari sekarang. Bagaimana upaya partai koalisi yang tiba-tiba murah hati mau membagikan kursi pimpinan ke oposisi,” ujar peneliti Formappi Lucius Karus di kantornya, Jalan Matraman Raya, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2019.
Lucius mencontohkan kursi pimpinan Majeis Permusyawaratan Rakyat yang dengan murah diberikan pada kubu oposisi. Kursi-kursi pimpinan di alat kelengkapan Dewan pun atas nama proporsionalitas diberikan rata untuk semua partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Lucius, pembagian jabatan itu sebagai politik suap yang sejak awal dilakukan untuk melemahlan kelompok oposisi. Lucius menilai praktik ini bahaya karena oposisi yang menjalankan fungsi kontrol disuap dengan kursi-kursi jabatan. “Itu artinya penting sekali masyarakat sipil untuk memastikan kontrol di DPR terus terjadi,” ucap dia.
DPR periode 2019-2024 yang baru dilantik seminggu lalu pun, kata dia, dirasa akan sulit mengontrol pemerintah. Ketika metode bagi-bagi kursi dilakukan secara adil dan merata oleh fraksi-fraksi di DPR. Padahal sebelumnya tak ada praktik semacam itu. Partai politik, kata dia, selalu mencari kursi sebanyak-banyaknya. Baru di periode ini koalisi pendukung pemerintah dengan mudah memberikan kursi kepada oposisi.
Ia menduga ini merupakan harga yang dibayar partai pendukung pemerintah untuk memastikan tenangnya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin memimpin lima tahun ke depan. “Bahaya betul kalau DPR akan tenang. Padahal kami berharap DPR ini muncul untuk kritiknya kepada pemerintah,” tuturnya.
FIKRI ARIGI