TEMPO.CO, Denpasar-Koordinator ForBALI I Wayan Suardana mengatakan terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 belum bisa sepenuhnya mengatur kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim. Alasannya, masih ada Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 yang mengatur Teluk Benoa sebagai kawasan pemanfaatan.
“Masih belum final. Dibutuhkan instrumen hukum khusus seperti Perpres yang menentapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim,” kata Wayan Suardana, Kamis, 10 Oktober 2019.
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster mengumumkan penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim. Keputusan Koster itu didahului oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 Tentang Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa pada 4 Oktober 2019. “Keputusan menteri belum cukup,” ujar Suardana.
Menurutnya klaim I Wayan Koster yang menyebutkan bahwa rencana reklamasi Teluk Benoa berakhir merupakan upaya memenuhi janji politiknya. “Pak Koster terjebak pada janji kampanye,” kata Suardana.
Meski demikian pria yang akrab disapa Gendo menyebut ForBALI mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Menteri Susi Pudjiastuti serta Gubernur Koster. “Keputusan tersebut menjadi modal awal untuk sepenuhnya menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim,” katanya.
Gendo mengaku tidak terkejut dengan terbitnya Keputusan Menteri Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 karena sebelumnya telah aktif mendorong proses penetapan kawasan konservasi maritim Teluk Benoa di Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Perjuangan masih belum selesai,” ujar Gendo.
MADE ARGAWA