TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan amandemen UUD 1945 bukan lah hal yang tabu.
"Kita juga tidak boleh tabu untuk amandemen, kita terbuka saja mana nanti yang mengemuka, yang diinginkan publik atau masyarakat," kata Bamsoet, sapaan Bambang, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2019.
Bamsoet mengakui ada perbedaan pendapat terkait perubahan konstitusi ini. Ada yang menginginkan perubahan agar UUD kembali ke versi awal, kubu lain hanya ingin perubahan pada poin-poin tertentu, ada pula yang menolak sama sekali.
Yang jelas, kata Bamsoet, setelah 17 tahun berlalu memang perlu ada yang mengukur plus minus amandemen keempat UUD 1945 yang saat ini digunakan. Bamsoet menilai hasil amandemen yang dilakukan pada 2002 itu harus dievaluasi apakah sudah sesuai harapan bangsa Indonesia.
Politikus Partai Golkar ini pun mengajak publik membuka diri terhadap kemungkinan adanya gagasan mengubah mekanisme pemilihan presiden dan masa jabatan presiden. "Jadi saya ini adalah golden time di mana kita harus membuka diri bagi seluruh aspirasi yang berkembang di masyarakat," ujarnya.
Amandemen UUD 1945 menjadi salah satu rekomendasi dari MPR periode 2014-2019 untuk MPR periode anyar. Menurut Bamsoet, tindak lanjut dari rekomendasi ini tak akan dilakukan terburu-buru.
Dia menyebut akan ada beberapa tahapan dalam beberapa tahun mendatang. Tahun pertama akan digunakan untuk mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat, tahun kedua mencari titik-titik temu di antara pelbagai masukan yang ada, lalu melakukan amandemen UUD 1945 pada tahun ketiga masa kerja MPR 2019-2024.