TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid menyatakan ada dua usulan pengembalian Garis-garis Besar Haluan Negara atau GBHN. Usul pertama ialah penetapan GBHN melalui undang-undang, sedangkan usul kedua GBHN ditetapkan melalui Ketetapan MPR.
"Kalau melalui UU maka tak dibutuhkan amandemen. Cukup apakah pemerintah atau DPR atau DPD menyampaikan usul inisiatif atas GBHN," kata Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.
Usulan pertama disampaikan oleh fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera di masa kerja MPR periode 2014-2019. Selama ini, Partai Golkar memang mengisyaratkan menolak amandemen UUD 1945.
Anggota Fraksi Golkar MPR Ace Hasan Syadzily mengatakan agenda itu harus dikaji matang. Dia menyebut keberadaan GBHN tak relevan dengan sistem presidensial dan pemilihan presiden langsung oleh rakyat yang dianut Indonesia saat ini.
"Jangan sampai kita membuka kotak pandora bagi perdebatan-perdebatan yang sesungguhnya sudah selesai," kata Ace kepada Tempo, Selasa, 8 Oktober 2019.
Baca Juga:
Adapun usul membentuk GBHN melalui Tap MPR, yang otomatis mensyaratkan amandemen UUD 1945 disampaikan oleh fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PKB, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai NasDem.
"Tapi itu kan MPR yang lama. sekarang ke depan dari dua pokok pikiran itu pasti diambil kesepakatan. Kemarin itu rekomendasi, belum sampai sepakat," kata Wakil Ketua Umum PKB ini.
Jazilul mengatakan PKB sepakat amandemen UUD 1945 dengan agenda mengembalikan GBHN. Dia menyatakan tak sepakat jika agenda ini meluas ke mana-mana hingga menambah masa jabatan presiden dan wakil presiden.