TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi akibat kerusuhan yang masih tinggal di posko pengungsian sementara di Wamena di 22 lokasi berkisar 5.000 orang. Paling banyak berada di Polres Jayawijaya, Kodim Jayawijaya, Koramil, dan Lapangan Udara Wamena.
Toko-toko dan kios-kios yang menjual aneka bahan kebutuhan pokok dibuka dengan pengamanan penuh oleh aparat TNI dan Polri. "Kami juga mendorong agar aktivitas belajar dan mengajar di sekolah-sekolah bisa dimulai kembali," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Brigjen Jacobus Marjuki di Timika, Senin, 7 oktober 2019.
Ada gedung sekolah yang terbakar habis, seperti STISIP Yapis di Wamena yang membutuhkan rehabilitasi total. “Tetapi, yang lain bisa dibuka kembali.”
Pengungsi yang dievakuasi ke Jayapura sebagian sudah pulang ke kampung halaman masing-masing. "Di Jayapura sekitar 2.000 orang yang telah kembali ke daerah masing-masing."
Kerusuhan massa yang terjadi di Jayapura, 29 Agustus 2019, kemudian berlanjut di Wamena, 23 September 2019. Tiga puluhan orang tewas dalam kerusuhan yang dipicu kabar tentang ucapan rasisme seorang guru. Ribuan orang pulang ke daerah asal masing-masing di luar Papua. Mereka pulang menumpang Hercules milik TNI dan difasilitasi oleh pemerintah daerah asal pengungsi. Berbagai pihak mengkhawatirkan kepergian pendatang itu akan melumpuhkan perekonomian Wamena.
Wakapolda berharap adanya pernyataan sikap damai antartokoh masyarakat di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Senin pagi, mengedepankan pendekatan preventif dan komunikatif terhadap kelompok-kelompok yang bisa memicu konflik di wilayah itu. Mendatang, Polri akan memilih pendekatan preventif dan komunikasi. “Pendekatan represif hanya 10 persen. Itu pun kalau terpaksa.” Dengan pendekatan seperti itu diharapkan ada solusi untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.
Mantan Kapolres Puncak Jaya pada periode 2006 itu mengatakan kekerasan bersenjata yang masih terjadi di Ilaga akhir-akhir ini masih ada kaitannya dengan sisa-sisa konflik saat pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden, 17 April 2019.