TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Panitia Kerja DPR untuk perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (revisi UU KPK), Supratman Andi Agtas, mengatakan Presiden Joko Widodo seharusnya tak perlu kaget soal pasal penyadapan di aturan itu.
Supratman mengatakan apa yang tertuang di UU anyar itu sudah merupakan sikap pemerintah yang disetujui DPR. "Faktanya kami setuju, berarti kan sikap pemerintah sama dong," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019.
Dikutip dari Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2019, Jokowi menyampaikan ada beberapa pasal dalam revisi UU KPK yang tak sesuai dengan keinginannya. Hal itu ia sampaikan kala bertemu sejumlah mantan pimpinan KPK di Istana Negara, Jakarta pada September 2019.
Salah satu yang dipersoalkan Jokowi ialah izin penyadapan yang harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK. Padahal, kata Jokowi kepada tetamunya, yang dia maksud adalah penyadapan harus dilaporkan kepada dewan pengawas setelah selesai dilakukan atau post-audit.
Koalisi masyarakat sipil pun menduga Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, yang menjadi wakil pemerintah dalam revisi UU KPK, membelokkan perintah Presiden. Yasonna menampik anggapan ini.
Supratman tak berkomentar ihwal kemungkinan adanya perbedaan di antara Presiden dan Yasonna. "Saya enggak bisa berandai-andai soal itu. Tanyakan ke pemerintah soal itu," kata politikus Partai Gerindra ini.
Supratman menjelaskan, sedari awal pasal penyadapan ini memang diatur agar melewati proses perizinan. Bahkan kata dia, ada yang mengusulkan agar penyadapan melalui izin pengadilan.
Supratman pun menilai tak ada masalah dengan keharusan izin penyadapan kepada dewan pengawas. Dia berdalih selama ini pelaksanaan penyadapan juga memerlukan izin dari komisioner KPK.
"Itu tidak ada berubah. Sekarang kan lembaga pengawas itu berada di internal KPK, jadi enggak masalah sebenarnya kalau menyangkut izin itu," ucap mantan Ketua Badan Legislasi ini.