TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Komisi Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wido Supraha mengatakan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasa Seksual (RUU PKS) tidak berlandaskan sila pertama Pancasila.
"Indonesia adalah negara yang berketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa tidak jadi ruh sama sekali dalam RUU PKS," kata Wido dalam diskusi bertajuk 'RUU PKS Berfaedahkah untuk Perempuan Indonesia?' di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, 5 Oktober 2019.
Wido menjelaskan negara berketuhanan berarti negara yang beragama. Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha menurutnya mesti duduk bersama dalam menyelesaikan pertanyaan dan keluhan korban kekerasan seksual.
Dosen pascasarjana UIKA Bogor itu berujar naskah akademik yang digunakan dalam RUU PKS berbasis paham feminisme. "Ini teori feminisme. Anda harus belajar feminisme itu apa, latar belakangnya apa. Karena itu ruh RUU PKS," ujarnya.
Dia mengatakan, turunan paham feminisme itulah yang tak berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama. "Kami enggak ingin turun ke detail, tapi melihat secara filosofi," katanya.
Komisi VIII DPR RI sebelumnya telah membahas RUU PKS sejak tahun 2017. Namun hingga berakhirnya masa tugas anggota DPR periode 2014-2019, pembahasannya mangkrak dan gagal diketok palu. Hingga saat ini, berbagai pihak masih mendesak anggota DPR periode 2019-2024 segera memasukkan kembali RUU PKS ke program legislasi nasional pada 2020.