Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Hari Tanpa Kekerasan, KontraS: Masih Ada Polisi Menyiksa Tahanan

Reporter

image-gnews
Seorang mahasiswa dipukuli oleh aparat saat terjadi bentrok didepan kampus Universitas Muslim Indonesia Makassar, Kamis (9/12). Bentrok antar mahasiswa dengan Polisi terjadi saat mahasiswa menggelar unjuk rasa memperingati hari anti korupsi dan berusaha masuk ke dalam kantor Gubernur tapi dihalau oleh polisi. Puluhan mahasiswa luka terkena peluru karet pada bentrok tersebut. TEMPO/Kink Kusuma Rein
Seorang mahasiswa dipukuli oleh aparat saat terjadi bentrok didepan kampus Universitas Muslim Indonesia Makassar, Kamis (9/12). Bentrok antar mahasiswa dengan Polisi terjadi saat mahasiswa menggelar unjuk rasa memperingati hari anti korupsi dan berusaha masuk ke dalam kantor Gubernur tapi dihalau oleh polisi. Puluhan mahasiswa luka terkena peluru karet pada bentrok tersebut. TEMPO/Kink Kusuma Rein
Iklan

TEMPO.CO, JakartaKomisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut praktik penyiksaan oleh polisi terhadap tahanan sudah menjadi semacam kultur di dalam tubuh kepolisian. 

“Catatan pemantauan KontraS sejak 2010 sampai sekarang, praktik kekerasan oleh polisi masih berlangsung,” kata Kepala Bidang Advokasi KontraS Putri Kanesia ketika dihubungi Tempo pada Senin, 1 Oktober 2019. “Penyiksaan biasanya terjadi di ruang interogasi.” Makanya, dalam rangka Hari Tanpa Kekerasan Internasional yang jatuh pada 2 Oktober, KontraS mendesak polisi untuk menghentikan praktik penyiksaan.  

Berdasarkan laporan pengaduan yang masuk ke KontraS sejak 2011 sampai 2019, tercatat ada 445 kasus dugaan penyiksaan tahanan oleh polisi dengan 693 korban. Cerita para korban yang dihimpun ini hanya puncak gunung es saja. Sebab, masih ada korban atau keluarga yang belum berani melapor. Simak liputan lengkap kolaborasi Tempo dengan KontraS dalam Kisah di Balik Terali Besi.

Putri mengatakan berdasarkan hasil penelusuran KontraS penyiksaan ini terjadi karena polisi ingin mengejar pengakuan atau alat bukti dari pelaku. Sebenarnya, kata dia, berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada lima alat bukti untuk menjerat seseorang. Yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa atau tersangka.

Sayangnya, Putri menuturkan polisi sering melompat ke keterangan pelaku atau tersangka untuk mengumpulkan bukti atau petunjuk. “Hal ini terjadi karena masih ada aparat yang kurang cakap dalam menggali informasi perkara sehingga mereka menggunakan metode penyiksaan,” kata dia. 

Menurut Putri, penyiksaan oleh polisi juga masih subur terjadi karena belum ada aturan hukum khusus atau sanksi yang tegas untuk pelaku. Memang, kata dia, di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sudah ada aturan soal penganiayaan. Namun, terminologi penganiayaan masih belum kuat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Putri menuturkan aturan soal penganiayaan hanya mengikat antar individu dalam hal ini pelaku dengan korban. Sementara itu, dalam penyiksaan ada unsur relasi kuasa. Artinya, komandan atau atasan yang mengetahui, memerintahkan, atau membiarkan penyiksaan juga bisa terkena sanksi.

Sebenarnya, pembahasan mengenai Rancangan Undang-undang Antipenyiksaan sempat bergulir. Namun, kata Putri pembahasan ini mandek di DPR. Senayan, kata dia, menolak rancangan aturan ini masuk dalam program legislasi nasional. 

“Makanya mumpung ini DPR periode baru, kami mendorong agar RUU antipenyiksaan ini masuk dalam pembahasan,” kata Putri. “Untuk melindungi korban.”

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo tak membantah jika masih ada polisi yang menyiksa untuk mendapatkan pengakuan dari para tahanan. “Kami memang masih mendapat laporan ada anggota polisi yang menyiksa tahanan, padahal itu tak diperbolehkan,” kata Dedi. 

Menurut Dedi, polisi sebenarnya sudah memiliki peraturan Kapolri yang melarang adanya penyiksaan terhadap tahanan. Bahkan, kata Dedi, larangan soal menyiksa tahanan atau pelaku sudah ditekankan kepada para polisi sejak menjalani pendidikan.  Namun, Dedi mengakui masih ada anggota polisi yang tak menjalankan aturan tersebut. Dedi beralasan, “Ada ribuan anggota polri, dan tak mungkin kami mengawasi.”

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Polisi Tangkap 98 Tersangka dan Sita 410 kilogram Bahan Peledak di Jawa Tengah

1 hari lalu

Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi (tengah) memberikan penjelasan seputar persiapan pengamanan saat rangkaian acara ngunduh mantu pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Mapolresta Solo, Sabtu, 3 Desember 2022.TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Polisi Tangkap 98 Tersangka dan Sita 410 kilogram Bahan Peledak di Jawa Tengah

"Kasus penyalahgunaan petasan atau bahan peledak sejumlah 81 kasus dengan 98 tersangka," ujar Kepala Polda Jawa Tengah.


KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

2 hari lalu

Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW Ego Primayoga (kanan) dan Peneliti KontraS Rozy Brilian (kiri) memberikan keterangan pada media usai mengantar surat permohonan keterbukaan informasi publik tentang Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Dua organisasi itu mencatat sejumlah masalah pemilu seperti pelaporan dana kampanye partai politik maupun calon presiden tidak dapat diakses oleh masyarakat umum. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.


Polisi Tangkap Mahasiswa Pelaku Persetubuhan Anak di Bawah Umur di Riau

3 hari lalu

Ilustrasi pemerkosaan anak.. hindustantimes.com
Polisi Tangkap Mahasiswa Pelaku Persetubuhan Anak di Bawah Umur di Riau

Mahasiswa yang menyetubuhi anak di bawah umur diciduk polisi Riau. Terungkap setelah korban cerita ke orang tua.


Viral Kasus Perusakan Toko Laundry di Grogol Petamburan, Polisi Tangkap 1 Tersangka di Jambi

3 hari lalu

Ilustrasi jasa laundry. TEMPO/Fahmi Ali
Viral Kasus Perusakan Toko Laundry di Grogol Petamburan, Polisi Tangkap 1 Tersangka di Jambi

Polisi menangkap tersangka perusakan toko laundry berinisial J, 41 tahun, di daerah Jambi.


Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

6 hari lalu

Anggota Divisi Pemantau Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya Saputra (tengah), tiga aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Ibu Sumarsih (kedua kiri), Bejo Untung (kedua kanan) dan Paian Siahaan (kanan) serta Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis 24 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Reno Esnir
Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.


MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

7 hari lalu

Terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti usai menjalani sidang putusan perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 8 Januari 2024. Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana dengan hakim anggota Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin memutuskan Haris Azhar dan Fatia bebas tidak bersalah. TEMPO/Subekti.
MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.


Polisi Diduga Telibat Penembakan 5 Orang Saat Demo di Yahukimo 2 Tahun Silam, Komnas HAM Diminta Turun Tangan

10 hari lalu

Ilustrasi kerusuhan. Getty Images
Polisi Diduga Telibat Penembakan 5 Orang Saat Demo di Yahukimo 2 Tahun Silam, Komnas HAM Diminta Turun Tangan

Dari penelusuran Ha-jabasu, Elius menyatakan adanya dugaan kuat telah terjadi pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM berat oleh polisi.


Polisi Tangkap 25 Remaja di Solo karena Aksi Perang Sarung

11 hari lalu

Ilustrasi tawuran / perkelahian / kerusuhan. Shutterstock
Polisi Tangkap 25 Remaja di Solo karena Aksi Perang Sarung

Polisi menangkap 25 orang remaja karena aksi perang sarung di Solo, Sabtu dini hari, 16 Maret 2024.


Polisi Pulangkan 9 Petani Penolak Bandara IKN, Polda Kaltim: Proses Hukum Tetap Berjalan

12 hari lalu

Pj Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur Makmur Marbun bersama Forkopimda saat berdialog dengan sembilan tersangka yang telah ditangguhlan penahanannya. Foto: ANTARA/HO-dokumen Humas Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara
Polisi Pulangkan 9 Petani Penolak Bandara IKN, Polda Kaltim: Proses Hukum Tetap Berjalan

Polisi akhirnya memulangkan sembilan petani yang ditahan akibat diduga mengancam pekerja pembangunan Bandara VIP di kawasan IKN.


Polda Metro Jaya Ungkap Pabrik Ekstaksi di Apartemen Cengkareng, Tersangka Baru 2 Bulan Bebas dari Penjara

13 hari lalu

Direktorat Reserse Narkoba mengungkap kasus tindak pidana narkotika jenis ganja, LSD, dan ekstasi dalam sebulan ke belakang di di Lapangan Gedung Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Maret 2024.
Polda Metro Jaya Ungkap Pabrik Ekstaksi di Apartemen Cengkareng, Tersangka Baru 2 Bulan Bebas dari Penjara

Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menangkappelaku industri rumahan (home industry) narkotika jenis ekstasi berinisial AI.