TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur mengaku tak dilibatkan dalam pembahasan pemindahan Ibu Kota negara ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanagara.
Padahal posisi Balikpapan strategis, jika Ibu Kota dipindahkan ke Kaltim. Balikpapan berlokasi di antara Penajam Paser Utaran dan Kutar Kartanegara.
“Kami tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam pembahasan ibu kota negara,” kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, Selasa, 1 Oktober 2019.
Rizal mengatakan, Balikpapan sejak dini harus mempersiapkan infrastruktur agar segaris dengan visi pembangunan Ibu Kota baru.
Dalam masalah ini, Rizal mencontohkan minimnya komitmen Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengawal pengurusan izin membuka tanah negara (IMTN).
Demikian pun revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) sekaligus rencana detail tata ruang (RDTR) Balikpapan. Konsep pembangunan kota penyangga yang harus mengikuti rencana induk (masterplan) Ibu Kota.
Jika rencana awal kurang matang, Rizal khawatir warga Balikpapan nantinya menanggung dampak negatif Ibu Kota baru. Ia ragu, daya dukung Balikpapan mampu menanggung eksodus urbanisasi sebanyak 1,5 juta jiwa.
“Kami masih kurang pasokan air bersih 600 liter per detik. Sehingga perlu dipikirkan penambahan sumber air sesuai arus urban ibu kota baru,” paparnya.
Kota Balikpapan dipastikan menjadi pintu masuk jalur kontruksi pembangunan ibu kota. Mayoritas aparatur sipil negara (ASN) serta pekerja teknis sepertinya bakal berdomisili di Balikpapan.
“Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengungkapkan Balikpapan menjadi Ibu Kota sementara menunggu penyelesaian pembangunan,” ujar Rizal.
Dalam forum sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro meminta kota/kabupaten penyangga di Kaltim agar bersabar.
“Nanti pastinya kota/kabupaten penyangga akan diajak duduk bersama membahas bersama. Kita tidak perlu histeria. Tidak perlu,” ujarnya.
Bahkan dalam perencanaan Bappenas, Bambang mengungkapkan, Balikpapan bukanlah satu satunya daerah diproyeksikan penyangga ibu kota. Nantinya terdapat tiga kota lain yang bertumbuh cepat; Samarinda, Kukar dan Tenggarong.
“Empat kota ini nantinya menjadi metropolitan terbesar di Kalimantan,” kata dia.
Proyeksinya, pertumbuhan ekonomi Kaltim diperkirakan melonjak menjadi 8,9 persen dari sebelumnya 2,7 persen. Pertumbuhan ekonomi terpengaruh proyek kontruksi sekaligus jasa pemerintahan Ibu Kota totalnya senilai Rp 500 triliun.
Pertimbangan penunjukan ibu kota, menurut Bambang, salah satu diantaranya keberadaan dua kota eksisting; Balikpapan dan Samarinda. Kota utama di Kaltim yang memiliki kelengkapan sarana infrastruktur memadai.
“Kami juga tidak ingin membangun Ibu Kota dengan prinsip the middle of no where. Nanti siapa juga yang akan menempati kota baru ini,” ujarnya.
Bambang mengatakan, prinsip utama pemindahan ibu kota wajib mempertimbangkan akseptabilitas masyarakat. Dengan kata lain, ibu kota ini harus mampu memaksimalkan fungsinya sebagai pusat pemerintahan negara.
“Jangan sampai nanti kedutaan asing enggan pindah menempati ibu kota baru. Sehingga harus ada fasilitas pendidikan dan kesehatan kelas dunia. Sektor industri didorong sektor sains dan teknologi,” kata dia.
Selama ini, Pemerintah Indonesia sangat hati hati merealisasikan rencana pemindahan Ibu Kota. Mereka pun mempelajari pelbagai pengalaman negara lain yang terlebih dahulu memindahkan ibu kota.
“Presiden meminta ibu kota baru menjadi parameter kota modern di Indonesia,” kata Bambang.
Mantan Menteri Keuangan ini mencontohkan kesuksesan Pakistan memindahkan ibu kota dari Karachi ke Islamabad. Ibu kota barunya ini berkembang pesat hingga kini berpenduduk 17 juta jiwa.
Demikian pula permasalahan sekaligus kendala negara lain yang kurang sukses melakukan pemindahan. Seperti sudah terjadi di Myanmar maupun Brasil.
“Jalanan ibu kota Myanmar di Naypydaw bahkan sangat sepi, karena tidak ada lalu lintas kendaraan. Sedangkan ibu kota Brasil di Brasilia terletak di tengah pedalaman Sungai Amazon,” kata Bambang.