TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pusat BEM Nusantara (Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara) Hengky Primana mengatakan demonstrasi mahasiswa mempersoalkan sejumlah rancangan undang-undang pada 23-24 September 2019 ditunggangi penumpang gelap.
Meski begitu, dia menyatakan demonstrasi mahasiswa tersebut sejatinya murni menyuarakan aspirasi.
“Saya melihat aksi 23-24 September 2019 banyak penumpang-penumpang gelap, Nah itu yang kita khawatirkan (terjadi lagi)," tuturnya di Jakarta pada Senin lalu, 30 September 2019.
Itu sebabnya, BEM Nusantara tak menginstruksikan anggota untuk demonstrasi lagi di DPR pada Senin, 30 September 2019, di hari terakhir masa kerja DPR periode 2014-2019.
"Sebenarnya yang saya khawatirkan ada framing terkait gerakan mahasiswa, walaupun yang saya tahu gerakan itu (demonstrasi mahasiswa pada 23-24 September 2019) murni."
Menurut Henky, tidak ada yang salah dengan bergabungnya elemen lain dengan mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi kepada DPR dan Pemerintah. Asalkan, seluruh pihak tetap mengusung visi yang sama tanpa ada upaya menciptakan situasi yang berpotensi kerusuhan.
Demonstrasi mahasiswa di sejumlah kota pada 23-24 September 2019 berujung rusuh. Ratusan mahasiswa terluka dan dua mahasiswa tewas di Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka mempersoalkan revisi UU KPK, revisi KUHP, serta sejumlah rancangan undang-undang lainnya.
Demonstrasi diiikuti oleh para pelajar SMA dan STM lalu berlanjut pada unjuk rasa massa pada Senin, 30 September 2019. Di Jakarta, demonstrasi baru bubar pada Selasa dini hari, 1 Oktober 2019.