INFO NASIONAL — Jastip atau jasa titipan masih menjadi cara favorit bagi masyarakat Indonesia untuk membeli barang tanpa harus bepergian ke luar negeri. Namun sayangnya, metode ini justru kerap disalahgunakan oleh para pelaku jasa titipan dengan membawa barang melebihi ketentuan yang berlaku. Setidaknya hingga 25 September 2019, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan penindakan terhadap 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jasa titipan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengungkapkan bahwa penindakan terkini yang dilakukan Bea Cukai Soekarno-Hatta dilakukan pada Rabu (25/09) terhadap satu rombongan yang menggunakan modus memecah barang pesanan jasa titipan kepada orang-orang dalam rombongan tersebut. “Dalam rombongan tersebut terdapat empat belas orang. Masing-masing orang setidaknya membawa tiga hingga empat jenis barang yang terdiri dari tas, sepatu, iPhone 11, kosmetik, pakaian, dan perhiasan,” ujar Heru.
Baca Juga:
Penindakan yang dilakukan tersebut di atas menambah daftar panjang penindakan yang telah dilakukan Bea Cukai Soekarno-Hatta terhadap para pelaku jasa titipan yang tidak mematuhi ketentuan. Setidaknya telah dilakukan sebanyak 422 penindakan dengan total hak negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp 4 miliar. Dari 422 kasus tersebut, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia. Sebanyak sekitar 75 persen kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya.
Heru menambahkan bahwa keberhasilan petugas dalam mengendus modus “splitting” barang jasa titipan diawali dari informasi masyarakat dan kemudian petugas melakukan analisis diikuti dengan penindakan terhadap penumpang yang telah dicurigai. “Setelah itu, kami cocokan informasi dengan daftar penumpang. Dalam hal ditemukan kecocokan petugas akan mengatensi penumpang dan melakukan penindakan terhadap penumpang tersebut,” kata Heru.
Modus “splitting” masih menjadi metode yang kerap digunakan para penyedia jasa titipan. Hal ini untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar US$ 500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Baca Juga:
Selain itu, metode lain yang juga sering dilakukan para pelaku jasa titipan adalah dengan menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Dalam hal ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai, maka batas nilai pembebasan tidak berlaku. Selain itu, pelaku jasa titipan juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (*)