TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyesalkan jatuhnya korban jiwa dalam unjuk rasa mahasiwa di sejumlah daerah yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. "Korban jiwa tidak perlu terjadi, harus diungkap apa penyebab kematian dan siapa pelakunya," kata anggota Kompolnas Bekto Suprapto, saat dihubungi Tempo, Jumat, 27 September 2019.
Bekto enggan menyimpulkan adanya kesalahan prosedur yang dilakukan kepolisian. Ia mengatakan untuk mengambil kesimpulan, perlu dipastikan penyebab kematian korban. Adapun penyebab kematian hanya dapat diperoleh melalui tindakan otopsi oleh ahli kedokteran forensik.
Akan halnya mengenai jenis peluru, perlu investigasi memastikan peluru hampa atau peluru karet atau gas air mata. “Ada pertanggung jawabannya. Pengawas internal dalam hal ini Propam, harus proaktif."
Dalam penanganan unjuk rasa, kata Bekto, ada dua aturan yang berlaku kepada anggota Polri, yaitu Perkap penanganan unjuk rasa dan Perkap implementasi hak asasi manusia dalam tugas Polri. Ia menilai kedua aturan sudah lengkap dan tinggal melihat penerapannya di lapangan.
Jika memang aparat kepolisian yang menembak, dengan peluru karet ataupun peluru tajam, tetap harus dibuktikan. Selain dilihat dari ada tidaknya luka tembak dari korban, Bekto mengatakan hal ini juga bisa dilihat dari jelaga pada pakaian atau permukaan kulit korban, selongsong peluru, proyektil (jika ada), dan senjata yang dipakai.
"Hal ini bisa dibuktikan melalui pemeriksaan balistik," kata Bekto. Ia pun berharap Kapolda Sulawesi Tenggara dapat proaktif dalam memberikan keterangan mengenai situasi ini. Bekto juga mengatakan Kompolnas akan segera meminta keterangan dari mereka untuk menilai situasi ini.
Dalam dua hari ini, dua mahasiswa meninggal seusai aksi. Pertama mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UHO Kendari, Immawan Randi meninggal dunia diduga akibat terkena tembakan.
Kedua Yusuf Kardawi, mahasiswa D3 Teknik Sipil Universitas Halu Uleo. Yusuf meninggal di ICU RSUD Bahteramas Kendari pukul 04.05, Jumat waktu setempat. Kepalanya pecah diduga akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Tindakan polisi yang dinilai sudah kelewat batas terhadap para pendemo ini juga dikecam sejumlah aktivis HAM.