TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prastiyo mengatakan kader IMM yang tewas dalam unjuk rasa di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), menunjukkan adanya pelanggaran kemanusiaan. "Ini persoalan kemanusiaan yang hari ini dilanggar oleh aparat di sana," kata Najih di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis malam, 27 September 2019, dalam sela aksi solidaritas meninggalnya mahasiswa demonstran Immawan Randi.
Dia mengemukakan Randi adalah kader IMM yang aktif di sejumlah organisasi. Almarhum adalah korban kekerasan saat unjuk rasa dan meninggal dengan luka bekas peluru di dada.
IMM akan mengupayakan keadilan lewat koordinasi dengan kepolisian dan pihak Muhammadiyah agar terbentuk tim investigasi.
Menurut Najih, Kapolri tidak pernah menetapkan prosedur tetap (protap) pengamanan demonstrasi dengan peluru. Kapolda Sultra juga berkoordinasi dengan Kapolri sudah meniadakan peluru karet.
"Kami harus menuntut tindakan kepada Kapolda Sultra.” Apalagi hari ini Kapolda Sultra bersikukuh bahwa polisi sudah melakukan semuanya sesuai protap. Menurut Najih, yang terjadi pada Randi menunjukkan ada sesuatu yang tidak sesuai protap dalam pengamanan unjuk rasa.
"Tak boleh ada lagi korban berjatuhan. Tidak boleh dengan kekerasan.” Pengamanan unjuk rasa, kata Najih, harus dilakukan secara persuasif, pendekatan kultural. “Kekerasan hanya akan membangkitkan semangat muda perlawanan mahasiswa seluruh Indonesia."