TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat Hak Asasi Manusia mendesak polisi menghentikan kasus pelanggaran UU ITE yang dituduhkan kepada Pendiri Watchdoc, Dandhy Laksono. Polisi menangkap Dandhy pada Kamis, 27 September 2019 malam. Meski sudah bebas, ia ditetapkan menjadi tersangka.
"Yang dilakukan Dandhy adalah bentuk upaya memperbaiki kondisi HAM, dan demokrasi, serta merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa masyarakat dan publik luas dapat informasi yang berimbang," ujar Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa lewat keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2019.
Menurut Alghiffari, penangkapan ini menunjukkan perilaku reaktif Kepolisian Republik Indonesia untuk isu Papua. Alghif menganggap tindakan polisi berbahaya bagi Perlindungan dan Kebebasan Informasi yang dijamin penuh oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya. "Penangkapan ini merupakan bentuk pembungkaman bagi pegiat informasi, dan teror bagi pembela hak asasi manusia".
Hal yang sama disuarakan Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri. Menurut Puri, publik mengetahui bahwa Dandhy memiliki opini kritis yang sehat terhadap kebijakan pemerintah, khususnya situasi hukum dan akuntabilitas nasional termasuk situasi Papua. "Ini masih dapat dikategorikan bagian dari kebebasan berekspresi yang harus dijamin karena tidak memperluas ruang ajakan kebencian," ujar Puri.
Amnesti meminta pemerintah dalam hal ini Polda Metro Jaya harus segera menghentikan perkara yang menjerat Dandhy Laksono dari segala tuduhan dan menjamin pembaharuan hukum khususnya jaminan perlindungan kebebasan berekspresi yang memang kerap dipakai aktivis dan pembela ham untuk memperkuat ruang advokasinya.