TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengecam keras penangkapan aktivis Dandhy Laksono dengan tuduhan pelanggaran UU ITE pada Kamis malam, 26 September 2019.
Dengan penangkapan ini, Amnesty menilai kualitas kebebasan sipil khususnya kebebasan berekspresi yang menurun dan semakin menurun di Indonesia. "Perintah penangkapan ini adalah salah satu bentuk memburuknya kualitas kebebasan sipil akhir-akhir ini," ujar Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri lewat keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2019.
Puri menyebut, publik secara luas mengetahui bahwa Dandhy memiliki opini kritis yang sehat terhadap kebijakan pemerintah, khususnya situasi hukum dan akuntabilitas nasional termasuk situasi Papua. "Ini masih dapat dikategorikan bagian dari kebebasan berekspresi yang harus dijamin karena tidak memperluas ruang ajakan kebencian," ujar Puri.
Dandhy ditangkap pihak kepolisian pada Kamis malam, 26 September 2019, sekitar pukul 23.00 WIB. Ia ditangkap di rumahnya, di kawasan Pondokgede, Bekasi. Belakangan, polisi menetapkan ia sebagai tersangka.
Dandhy Laksono menjadi karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dikenai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE. Polisi menuding Dandhy menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.