TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengusulkan larangan calon presiden, kepala daerah dan calon legislatif eks narapidana korupsi atau napi koruptor diatur dalam revisi undang-undang Pemilihan Umum atau UU Pemilu. Revisi UU ini diusulkan Kementerian Dalam Negeri untuk masuk dalam Prolegnas 2020.
"KPU sifatnya memberikan masukan. Sebab, Pemilu 2019 kemarin kan kami sudah mencoba mengatur di PKPU, tapi karena itu tidak diatur dalam UU, di judicial review kami kalah. Makanya saya berharap diatur dalam UU," ujar Arief usai rapat bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan pada Kamis, 26 September 2019.
Kalau pun nanti usul tersebut tidak lolos dan tidak diatur dalam UU, Arief berharap para pihak bisa menyetujui larangan calon presiden, kepala daerah dan calon legislatif eks narapidana korupsi atau napi koruptor diatur dalam PKPU. "Kalau semua semangatnya sama untuk memberantas korupsi, kan harusnya enggak ada yang mempermasalahkan," ujar dia.
Pada pileg 2019, KPU membuat PKPU yang melarang eks caleg napi koruptor ikut pemilu. PKPU tersebut digugat ke Mahkamah Agung (MA) karena dianggap bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Kalah di MA, KPU kemudian memasukan caleg eks koruptor yang sebelumnya dikategorikan Tak Memenuhi Syarat (TMS) ke dalam Daftar Calon Tetap.
Selain usulan larangan calon presiden, kepala daerah dan calon legislatif eks narapidana korupsi atau napi koruptor masuk undang-undang, KPU juga mengusulkan diberlakukannya sistem e-rekap dalam proses rekapitulasi hasil Pemilu. Sistem ini sebetulnya telah diuji-cobakan di tingkat kabupaten, namun hanya sebatas informasi. "Kalau ini disetujui, ya itu jadi hasil rekapitulasi yang ditetapkan," ujar Arief.