TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau RUU PSDN akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang. Imparsial mengkritik pasal-pasal yang mengatur mobilisasi sumber daya alam, yang dinilai tak berasas sukarela.
"Pengaturan komponen yang berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan, prinsip kesukarelaan sama sekali dikesampingkan dalam RUU ini," kata Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, dalam keterangan tertulis, Kamis 26 September 2019.
Dalam RUU Pertahanan Negara meski menyatakan bahwa pendaftaran bagi Komponen Cadangan oleh warga negara bersifat sukarela, akan tetapi hal yang sama tidak diberlakukan kepada komponen cadangan di luar manusia yang berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Sumber-sumber daya ini menurut mereka juga memerlukan perlindungan. Kerangka pengaturan komponen cadangan untuk sumber-sumber daya tersebut, juga seharusnya berdasarkan pada penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
Mekanisme penetapan sumber-sumber daya tersebut diatur dalam Pasal 50. Pasal tersebut menyebutkan sumber-sumber daya ditetapkan sebagai Komponen Cadangan setelah melalui verifikasi dan klasifikasi. Namun kedua tahapan ini tak disebutkan secara rinci.
Pada Pasal 77 RUU ini juga memuat peraturan yang mengancam pemilik sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana, yang ditetapkan menjadi Komponen Cadangan. Ancamannya adalah bagi yang menolak menyerahkannya pada negara dapat dihukum pidana selama empat tahun.
Meski banyak dikritik perihal pasal pidana ini, anggota Komisi I DPR dari fraksi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon, mengatakan sudah tak ada lagi ruang untuk publik memberi masukan. Adapun terkait pidana, ia nilai semua negara memberlakukan hal yang sama.
"Ya karena ada konsekuensi hak dan kewajiban tadi. Singapura aja bisa dua tahun, Malaysia, seluruh dunia. Kita aja terlalu santai," tuturnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 26 September 2019.