TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Program Studi S1 Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Abdul Gaffar Karim mengatakan tudingan bahwa demo mahasiswa untuk mendeligitimasi terpilihnya Presiden Joko Widodo tak terbukti.
Gaffar melihat demonstrasi Gejayan Memanggil yang berlangsung pada 23 September berhasil menarasikan ulang sejarah gerakan mahasiswa yang sehat dan produktif, bagian dari kritik terhadap pemerintahan yang demokratis.
Tudingan gerakan ditunggangi dan delegitimasi Presiden Jokowi tidak terbukti. “Enggak usahlah curiga gerakan itu akan jatuhkan presiden, delegitimasi pelantikan,” kata Gaffar kepada Tempo di Fisipol UGM, Rabu, 25 September 2019.
Gaffar mengatakan gerakan mahasiswa itu membawa harapan untuk masa depan. Mereka menunjukkan kesiapan untuk menjadi pemimpin masa depan. Demonstrasi yang menyatukan belasan ribu mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta dan masyarakat sipil itu, kata Gaffar menunjukkan kepedulian pada isu-isu publik.
Dari demonstrasi itu, orang bisa belajar menempatkan diri sebagai warga negara yang tidak hanya sibuk pada politik elektoral atau pemilu. Saat ini publik bersatu untuk memperjuangkan hak-hak sipil warga negara.
Gejayan Memanggil, kata Gaffar terbukti mampu menarik simpati publik. Media sosial, seperti twitter, facebook, instagram menjadi efektif untuk menggalang solidaritas publik.
Demonstrasi mereka pun mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Mereka bertanggung jawab tidak merusak fasilitas umum dan membersihkan sampah. Aksi-aksi itu simpatik dan menepis tudingan sebagian orang bahwa aksi tersebut dikhawatirkan rusuh.
Senada dengan Gaffar, dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UGM, Randy Wirasta Nandyatama bangga dengan gerakan mahasiswa tersebut karena mereka berhasil menyuarakan isu-isu publik.
Dia mencontohkan solidaritas dan kepedulian pada isu publik, di antaranya tentang kekerasan seksual dengan mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, menolak pelemahan KPK, dan peduli pada kekerasan yang terjadi di Papua.
Randy merupakan satu di antara belasan dosen Fisipol UGM yang ikut turun dalam demonstrasi tersebut. Randy berjalan kaki mengiringi mahasiswa dari kampus UGM menuju Gejayan titik kumpul para demonstran. “Gerakan ini menjaga civic duty dalam konteks demokrasi. Tanggung jawab politik tidak berhenti saat pemilu,” kata Randy.
Dia bahkan mengizinkan mahasiswanya untuk meninggalkan kelasnya dan bergabung dengan demonstrasi tersebut. Di kelas yang dia ampu Senin sore setelah ia bergabung dengan mahasiswa, hanya delapan dari 40 mahasiswa yang datang.
Senin pagi sebelum demonstrasi berlangsung, Randy mengumumkan bahwa mahasiswanya boleh ikut demonstrasi dan boleh ikut kelasnya. Kehadiran mahasiswa di kelasnya tidak mempengaruhi absensi. Dalam akun twitternya Randy mencuit bahwa proses belajar tidak harus dari kelas. “Saya bilang jangan biarkan suara kalian sebagai warga negara dimanfaatkan. Demokrasi menang,” kata dia.