TEMPO.CO, Jakarta-Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Marwan Dasopang meminta mahasiswa bersabar lantaran Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS belum bisa disahkan pada September ini. Dalam unjuk rasa mahasiswa di gedung DPR kemarin, salah satu tuntutan mahasiswa adalah pengesahan RUU PKS.
Marwan mengatakan, dia pun sebenarnya berharap RUU PKS bisa rampung dan disahkan di periode ini. "Saya pikir (mahasiswa) bersabar ya, sekali pun saya bolak-balik mengatakan punya harapan bisa selesai, itu kan harapan saya," kata Marwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Marwan mengatakan pembahasan RUU PKS akan dilanjutkan pada masa kerja DPR periode 2019-2024. Adapun di sisa waktu ini, pemerintah dan DPR sepakat membentuk tim perumus untuk membahas rancangan undang-undang yang dibahas sejak Juni 2017 tersebut.
"Tidak mungkin lagi (di periode sekarang)," kata Ketua Panitia Kerja RUU PKS ini.
Di sisi lain, Ketua Panitia Kerja RUU PKS dari pihak pemerintah, Vennetia Danes mengatakan pihaknya tinggal menunggu kejelasan sikap DPR. Dia mengatakan pemerintah sudah siap dengan daftar inventaris masalah (DIM).
"Kalau kami 24 jam kalau rakyat menuntut itu ayo kita bikin the best. Tapi kalau nepuk tangan kan harus dua tangan. Enggak bisa satu tangan. Harus ada counterpart," kata Vennetia secara terpisah di lokasi yang sama.
Dalam rapat panja pemerintah dan DPR yang digelar hari ini, sebenarnya pembentukan timus sempat disetujui di awal. Namun Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Iskan Qolba Lubis menyatakan partainya menolak pembentukan timus.
Menurut Marwan, PKS menganggap pembentukan timus harus melalui kesepahaman ihwal substansi. "(Alasannya) karena membentuk timus itu kan harus tuntas tentang kesepahaman substansi. Kami belum sampai kesepahaman substansi, baru kesepahaman untuk percepatan tata cara membuat, maka dibentuk timus."
Sedangkan PKS sejak awal menyatakan belum sepakat terkait sejumlah hal dalam RUU PKS, bahkan menyangkut judul yang menurut mereka harus diganti dengan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.
BUDIARTI UTAMI PUTRI