TEMPO.CO, Makassar - Kekerasan terhadap jurnalis di Makassar kembali terulang pada saat liputan demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumohardjo, pada Selasa lalu, 24 September 2019.
Tiga jurnalis menjadi korban kekerasan oleh polisi, yakni Muhammad Darwin Fathir jurnalis Antara, Saiful (Inikata), dan Ishak Pasabuan (Makassartoday).
"Tidak ada pelaku kekerasan (polisi) yang di pidana. Jadi tidak ada efek jera," kata Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Sahrul Ramadhan, kepada Tempo hari ini, Rabu, 25 September 2019.
Kekerasan terhadap jurnalis terus bertambah. Pada 2018, AJI Makassar mencatat 16 kasus kekerasan terhadap jurnalis meningkat menjadi 22 di Sulsel per September 2019.
Menurut Sahrul, polisi selalu berdalih bahwa pelaku kekerasan diberikan sanksi tegas berupa etik atau indisipliner.
Polisi pun tidak pernah transparansi dalam memberikan hukuman kepada anggotanya. Padahal AJI kerap mendesak polisi memberikan pemahaman kepada anggotanya agar lebih paham kerja-kerja jurnalis.
"Pemicunya kontak fisik karena kurangnya pemahaman polisi soal UU Pers."
Selain itu, penyebab tidak tuntasnya kasus kekerasan jurnalis di ranah hukum karena korban lebih memilih jalur mediasi. Itu karena permintaan perusahaan tempat dia bekerja. Wartawan yang menjadi korban pun kadangkala mengambil keputusan damai dengan pelaku kekerasan meski dia telah melapor ke AJI.
Ketua AJI Makassar Nurdin Amir mendesak Kapolda Sulsel Irjen Mas Guntur Laupe menindak anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis tidak terulang lagi. "Kami tunggu sikap tegas Kepolisian."