TEMPO.CO, Jakarta -Puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota seluruh Papua dan Papua Barat menemui Kepala Staf Presiden Moeldoko untuk menyampaikan delapan tuntutan ke pemerintah pusat demi menyelesaikan berbagai masalah di sana. Mulai dari permintaan menggelar dialog dengan kelompok separatis, penarikan personel TNI-Polri, hingga penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa mengatakan delapan tuntutan ini dirumuskan dan ditandatangani oleh 48 anggota dewan se Papua dan Papua Barat pada malam tadi sebelum bertemu dengan Moeldoko.
"Kami sampaikan ke pemerintah persoalan ini. Harapan kami masalah di Papua bisa diselesaikan secara bertahap, dengan baik, sehingga pemerintahan dan pembangunan di sana bisa berjalan baik," katanya di Kantor KSP, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 24 September 2019.
Delapan tuntutan masyarakat Papua dan Papua Barat yang disampaikan oleh para anggota dewan ini adalah:
- Dialog antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh Papua, khususnya tokoh-tokoh Papua yang dipandang memiliki ideologi yang konfrontatif atau berseberangan seperti ULMWP dan KNPB. Dialog dimaksud agar dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang independen, netral, dan objektif dalam menyelesaikan akar persoalan politik, HAM, dan demokrasi di Tanah Papua;
- Mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua;
- Menarik pasukan non organik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat;
- Mendorong pembentukan pemekaran daerah otonomi baru khusus bagi Provinsi Papua;
- Meminta presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan Kapolri memfasilitasi pertemuan dengan beberapa kepala daerah yang wilayahnya menjadi pusat pendidikan pelajar dan mahasiswa dari Papua dan Papua Barat untuk mendapatkan jaminan keamanan;
- Mendorong terbentuknya Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi (KKKR) guna menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM di tanah Papua;
- Meminta Menteri Dalam Negeri memfasilitasi pertemuan gubernur, bupati/wali kota, anggota MRP/MRPB, anggota DPR RI asal daerah pemilihan Papua dan Papua Barat, serta pimpinan DPRD provinsi dan kabupaten/kota dengan presiden untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi di tanah Papua;
- Penegakkan hukum yang transparan, terbuka, jujur, dan adil terhadap pelaku rasisme di Surabaya, Malang, Semarang, dan Makassar.