TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau RUU PSDN disetujui Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah dalam pembahasan tingkat pertama.
“Apakah RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, selanjutnya dapat dibahas dalam pembicaraan tingkat II, untuk pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang?” Kata Ketua Komisi I Abdul Kharis dalam rapat kerja bersama pemerintah di Kompeks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 23 September 2019.
“Setuju,” timpal anggota rapat.
RUU PSDN memuat peraturan yang mengancam pemilik sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana, yang ditetapkan menjadi Komponen Cadangan yang menolak menyerahkan sebagian atau seluruh pemanfaatannya pada negara dapat dihukum pidana selama empat tahun.
Berikut bunyi pasal 77 ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa alasan yang sah tidak menyerahkan pemanfaatan sebagian atau seluruh Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana Nasional miliknya yang telah ditetapkan menjadi Komponen Cadangan untuk digunakan dalam Mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”
Mekanisme penetapan sumber-sumber daya tersebut diatur dalam Pasal 50. Pasal tersebut menyebutkan sumber-sumber daya ditetapkan sebagai Komponen Cadangan setelah melaui verifikasi dan klasifikasi. Namun kedua tahapan ini tak disebutkan secara rinci.
Kritikan atas hal ini datang dari Imparsial. Mereka menilai Pasal in tidak mengadopsi norma hak asasi manusia secara utuh. Pasalnya Undang-Undang ini memungkinkan militer menguasai sumber daya selain manusia, meski itu bukan milik negara.
Prinsip kesukarelaan, kata dia, harusnya dipandang secara luas dan tidak hanya sebatas pada pilihan-pilihan absolut. “Namun sebaliknya RUU ini justru mengancam dengan sanksi pidana terhadap anggota komponen cadangan untuk menolak panggilan mobilisasi,” tutur Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri, saat dihubungi Senin 23 September 2019.
Ketua panitia kerja RUU PSDN, Satya Yudha, mengatakan tak perlu khawatir akan timbul konflik antara TNI dan masyarakat akibat Undang-Undang ini. Ia menganggap konflik terjadi lantaran ada masyarakat kerap meminta ganti rugi, karena lahannya akan digunakan proyek komersil.
Sedangkan di RUU ini, kata dia, berbeda karena alasan kepentingan pertahanan. “Ini kan lebih kepada aspek pertahanan. Ini kan orang mau menghadapi ancaman. Justru suasananya akan berbeda,” tuturnya kepada wartawan selepas rapat kerja hari ini.
FIKRI ARIGI