TEMPO.CO, Jakarta - Polri menyatakan dugaan sementara tiga mahasiswa Papua yang tewas dalam unjuk rasa berakhir ricuh di Kota Jayapura, akibat terkena peluru karet. Aksi unjuk rasa itu berlangsung Senin, 23 September 2019. "Jadi dugaan karena peluru karet,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, Selasa, 24 September 2019.
Untuk memastikan, Polri akan melakukan autopsi terhadap jenazah mahasiswa itu. “Tim DVI harus mengecek identitasnya, pembanding antemortem dan postmortem, didalami DVI RS Bhayangkara Jayapura."
Kasus ini, kata Dedi, berawal ketika ratusan mahasiswa eksodus menduduki Universitas Cendarawasih untuk membuat posko penampungan. Posko diperuntukkan bagi mahasiswa Papua yang kembali ke Papua. Polisi mengklaim hal itu ditolak rektorat dan mahasiswa Universitas Cendrawasih. Sebab, dinilai mengganggu proses belajar mengajar.
Pihak rektorat memanggil personel kepolisian untuk membubarkan kerumunan mahasiswa eksodus. "Rektorat langsung hubungi Kapolda Papua, Kapolda Papua langsung kirim pasukan untuk negosiasi," ujar Dedi.
Usai bernegosiasi, kata Dedi, mahasiswa Papua eksodus sepakat meninggalkan kampus dan kembali ke Taman Budaya Ekspo Waena, Jayapura. Mereka kembali menumpang kendaraan TNI-Polri.
Selama di perjalanan situasi berlangsung cukup kondusif. Namun sesampainya di Taman Budaya Ekspo Waena, mahasiswa secara tiba-tiba menyerang aparat TNI-Polri yang mengantar mereka.
Dari penyerangan dadakan itu seorang anggota TNI tewas terkena bacokan di bagian kepalanya. Melihat situasi ricuh, petugas langsung mengeluarkan tembakan. "Aparat mengambil tindakan sesuai dengan Perkap 1 tahun 2009 dan Perkap 7 tahun 2009 melakukan tindakan untuk melumpuhkan para mahasiswa yang sangat anarkis," kata Dedi. Tiga mahasiswa Papua eksodus meninggal dunia, sedangkan 20 orang luka-luka.