TEMPO.CO, Jakarta - Polisi dan Kodim mulai mengevakuasi masyarakat yang ada di Wamena, Papua untuk menghindari bentrokan dan bertambahnya korban akibat kerusuhan di sana
“Kami semua dievakuasi oleh personil tentara dan polisi. Warga dievakuasi itu di dua titik di Polres dan di Kodim,” kata salah satu saksi yang meminta namanya tak disebutkan saat dihubungi, Senin 23 September 2019.
Menurut kesaksian dia, kerusuhan di Wamena dimulai sejak pukul 08.00 waktu setempat. Ia mengatakan massa mulanya merupakan siswa dari SMK PGRI, yang keluar dari sekolah dan turun ke jalan-jalan. “Banyak pelakunya mengenakan seragam OSIS,” kata dia.
Setelah itu massa dari kalangan masyarakat lain, kata dia, sudah mulai bergabung. Setelah kerusuhan dimulai, nampak mobil, truk, bangunan, kios, serta kantor-kantor pemerintah sudah dibakar.
Selain itu, menurut pegawai salah satu kantor pemerintahan ini, massa juga mengeroyok beberapa penduduk, melempari gedung pemerintahan dengan batu, sambil membawa parang.
Ia pun sempat menolong beberapa orang yang menjadi korban pengeroyokan. Total ada tiga orang patah tulang kaki, satu orang terkena luka bacok di kepala, dan masih ada korban cedera lain yang tak sempat ia identifikasi.
Dia mengatakan tak dapat keluar dari Polres, karena massa sudah memblokade jalan-jalan. “Keluar dari Polres sudah tidak bisa. Jalan sudah dikepung,” kata dia.
Sebelumnya Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf A Rodja menyebutkan bahwa aksi demonstrasi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada Senin pagi, 23 September 2019 karena isu hoaks atau berita yang tidak benar.
"Ada isu, bahwa seorang guru mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas melakukan aksi demonstrasi atau unjuk rasa pagi tadi," kata Kapolda di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin, 23 September 2019.